Minggu, 12 Juli 2009

METODE PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

A. Pendahuluan
Judul yang ditawarkan oleh Panitia Diklat Karya Tulis Ilmiah adalah “Metode Penelitian Karya Tulis Ilmiah”. Judul dimaksud, penulis memberikan pengertian tentang Metodologi dan Karya Tulis Ilmiah.
B. Pembahasan
1. Metodologi
Metodologi mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut.
a. Logika dari penelitian ilmiah,
b. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian
c. Suatu sistim dari prosedur dan teknik penelitian
Berdasarkan hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Karena itu penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
Melalui proses penelitian dimaksud, diadakan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. Karena itu, metodologi penelitian yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal itu berarti metodologi penelitian yang digunakan pelbagai disiplin ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing-masing sehingga antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya mem-punyai perbedaan metodologi penelitian. Sebagai contoh dapat diungkapkan : suatu penelitian dalam disiplin ilmu sosiologi tidak dapat dipaksakan seluruhnya untuk digunakan dalam penelitian hukum; suatu penelitian hukum tidak dapat dipakasakan metodologinya pada disiplin ilmu sejarah. Demikian seterusnya. Perbedaan metodologi pada setiap disiplin ilmu merupakan akibat dari keberadaan identitas pada masing-masing disiplin ilmu.
2. Karya Tulis Ilmiah
Penulisan suatu karya tulis ilmiah memerlukan sejumlah persyaratan, baik formal maupun materiil. Persyaratan formal adalah persyaratan yang menyangkut kebiasaan yang harus diikuti dalam penulisan; sedangkan persyaratan materiil adalah menyangkut isi tulisan. Sebuah tulisan akan mudah diketahui dan dipahami oleh pembaca bila isi dan cara penulisannya memenuhi persyaratan dan kebiasaan umum. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh penulis dalam membuat karya tulis ilmiah, baik makalah, laporan penelitian, skripsi, tesis, maupun disertasi. Jenis Karya Ilmiah dimaksud, dikemukakan sebagai berikut.


1. Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang membahas suatu permasalahan, baik pembahasan itu berdasarkan hasil penelitian lapangan maupun kepustakaan yang disampaikan dalam pertemuan ilmiah (seminar) atau yang berkenaan dengan tugas-tugas perkuliahan atau tugas-tugas lainnya.
2. Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang ditulis oleh seorang mahasiswa Strata satu (S1) sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studinya. Tulisan dimaksud, membahas suatu permasalahan atau beberapa permasalahan, baik pembahasan itu berdasarkan hasil penelitian lapangan maupun kepustakaan.
3. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah yang ditulis oleh seorang mahasiswa Strata dua (S2) sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studinya. Tulisan dimaksud, membahas suatu permasalahan atau beberapa permasalahan yang kajiannya lebih mendalam dari tulisan Karya tulis Ilmiah Skripsi, baik pembahasan itu berdasarkan hasil penelitian lapangan maupun kepustakaan.
4. Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang ditulis oleh seorang mahasiswa Strata Tiga (S3) sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studinya. Tulisan dimaksud, membahas suatu permasalahan atau beberapa permasalahan yang kajiannya lebih mendalam dari tulisan Karya Ilmiah Tesis, baik pembahasan itu berdasarkan hasil penelitian lapangan maupun kepustakaan yang menguji sesuatu teori atau membuat sesuatu teori.

C. Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Nama undang-undang ditulis lengkap sesuai dengan judulnya.
2. Penulisan pasal: contoh Pasa15 ayat (1). P besar serta pada penulisan Pasal dan tanda kurung pada penulisan ayat 1 dan seterusnya
3. Mengingat Pasa1 pada umumnya merupakan pasal berisikan pengertian, shingga pasal tersebut tidak rnempunyai "ayat" akan tetapi "butir".
4. Peraturan perundangan, seharusnya: peraturan perundang-undangan.
5. Penulisan "di" digabung apabila merupakan kata kerja seperti "diatasi". "Di atas" dilepas karena bukan awalan kata kerja.
6. Penulisan kata majemuk "aneka ragam" dileps, akan tetapi "keanekaragaman" digabung, karena ada awalan "ke" dan akhiran "an". Kata "analisa" seharusnya "analisis", karena yang diambil dalam transformasi ke dalam bahasa Indonesia adalah pengucapannya dalam bahasa Inggris: analysis, Bahasa Belanda: analyse. Demikian pula kata sistim (Bahasa Inggris: system, bahasa Belanda: systeem).
7. Penulisan "... ir" seperti "diinventarisir" dari kata Belanda "inventariseren" harus diganti menjadi "diinventarisasi" dari kata lnggris "inventarization". Demikian pula dengan proklamir menjadi proklamasi, introdusir menjadi introduksi, ekspIoitir menjadi eksploitasi. dan sebagainya.
8. Penulisan "kwalitas", menjadi "kualitas, karena tidak boleh ada dua huruf mati berurutan, dengan beberapa pengecualian, di antaranya kata "sanksi'',
9. Penulisan "resiko" menjadi' "risiko", "tehnik" menjadi "teknik'", "azas" menjadi "asas.
10. Penulisan "efektip, produktip. negatip" huruf "p"nya diganti dengan "f'” menjadi "efektif, produktif, negatif' karena bangsa Indonesia dapat mengucapkan huruf"i'.
11. Kata "aktif ' memakai "f", akan tetapi apabila berubah menjadi "aktivitas", yaitu huruf "f' berubah menjadi "v".
12. Kata "peruntukan" ditulis dengan satu "k", yaitu awalan pe dan akhiran an, akan tetapi "diperuntukkan" ditulis dengan dua "k'" karena di sini diawali awalan di dan akhiran kan.
13. Kata "data-data" adalah keliru karena "data" adalah jamak dari kata “datum” yang tunggal. Kata "yang mana; di mana” perlu diganti.
14. Perlu, diperhatikan bentuk kalimat: aktif dengan menggunakan kata kerja dengan awalan "me" serta kalimat pasif dengan menggunakan awalan "di", seperti "Dalam Pasal 5 dinyatakan..." dan =`Pasal 5 menyatakan ... ", jadi bukan "Dalam Pasal 5 menyatakan ... ".
15. Penulisan "nonhayati" digabung karena kata "non" tidak berdiri sendiri.
16. Dalam karya ilmiah dihindari kata seperti "tidak karuan, seenaknya" yang digunakan sebagai ungkapan sehari-hari.
17. Penggunaan "adalah merupakan" perlu dipilih satu, karena kedua-duanya adalah predikat.
18. Gelar tidak digunakan dalam naskah maupun dalam daftar pustaka. Namun dapat digunakan dalain ucapan terima kasih.
19. Penulisan referensi dapat dilaksanakan dengan menggunakan sistem catatan kaki (footnote) atau dimasukkan dalam teks di belakang kutipan (nama penulis, tahun penerbitan: halaman). Pilih di antara keduanya, tidak boleh dicampur.
20. Penomoran dapat dilakukan dengan sistem digital atau angka dengan nomor atau huruf: A, 1., a., j), al, (1), dan (a). Pilih salah satu diantara keduanya, tidak boleh dicampur.
21. Hindari kata seperti "sangat perlu sekali" yang bersifat berlebihan.
22. Kata "konsepsional" adalah dari kata Belanda "conceptual". Demikian juga kata "konsepsi" dari kata Belanda "concep-tie". Karena itu lebih tepat menggunakan kata "konseptual” dari kata lnggris "conceptual", sebagaimana juga kata “konsep" dari kata Inggris "concept".
23. Penggunaan bentuk jamak "saran-saran" tidak perlu, karena kata "saran" mengandung makna tunggal maupun jamak.
24. Penggunaan tanda baca - hanya untuk pemenggalan kata. Dengan demikian tidak digunakan untuk meluruskan garis bawah dan atas dan atas bawah ("kosmetil:a"), juga tidak digunakan untuk penomoran.
25. Mengingat program komputer pada umumnya adalah progran; bahasa lnggris, perlu diperhatikan pemenggalan kata bahasa Indonesia yang tidak dikenal oleh ¬program komputer. Caranya adalali dengan menggeser kata kedua, kata ketiga dan seterusnya dari baris yang mengandung kesalahani pemenggalan sampai diperoleh pemeng¬galan yang benar dalam bahasa Indonesia.
26. Kata "sedangkan, sehingga, dari" tidak dapat digunakan sebagai awal kalimat, karena merupakan kata penghubung.
27. Penggunaan. Kata "saya, kami, dan kita'' dalam penulisan karya ilmiah sejauh¬mungkin dihindarkan., diganti dengan "penulis", "peneliti" atau digunakan kalimat pasif (awalan di).
28. Sub judul tidak boleh ditulis di bagian Akhir halaman akan tetapi harus dipindahkan ke halaman berikutnya.
29. Kata "daripada" hanya digunakan apabila ada tandingannya, tidak boleh untuk menyatakan kepunyaan.
30. Tidak perlu memulai kalimat dengan kata "'bahwa", yang hanya dipakai sebagai permulaan konsiderans.
31. Antara sumber kutipan dalam naskah dan daftar pustaka, harus ada hubungan timbal balik; yang ada dalam daftar pustaka dapat ditemukan sebagai sumber dalam naskah dan yang- dikutip dalam naskah terdapat sumbernya dalam daftar pustaka.
32. Guna memperoleh kalimat lengkap, perlu senantiasa diadakan "analisis kalimat", yang berarti perlu dalam benak pikiran .diadakan penyederhaan kalimat, agar terlihat dengan jelas apa yang menjadi predikat dan apa yang menjadi subyek.
33. Yang dapat menjadi predikat adalah selalu kata kerja yang berjumlah satu. Yang dapat menjadi subyek adalah selalu kata benda yang berjumlah satu.
34. Perlu dihindari pembuatan kalimat yang panjang-panjang, sehingga menjadi tidak jelas makna kalimat karena mengandung berbagai pikiran rnenjadi satu. Seyogyanya satu pokok pikiran dituangkan dalam satu kalimat.
35. Penempatan tanda baca selalu "menempel" pada huruf atau kata, tidak ber¬diri sendiri; seperti ."(ekolabel)", tidak boleh ditulis dengan spasi seperti "( ekolabel )", atau "tahun 1.996." tidak boleh ditulis dengan spsai "1996 ." Demikian dihindarkan adanya tanda baca yang pindah kebaris berikutnya, terlepas dari kata atau angka sebelumnya. Sebaliknya, penggunaan tanda baca, selalu diikuti dengan spasi, seperti setelah ¬titik, koma, kurung dan sebagainya.

D. Kesimpulan

1. Metode Penelitian Karya Tulis Ilmiah terdi atas Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan;
2. Karya Tulis Ilmiah terdiri atas, makalah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Karya Tulis Ilmiah terdiri atas 35 Langkah perhatian untuk menyesuaikan penggunaan bahasa Ilmiah dengan Karya Tulis Ilmiah.

ASAS NE BIS IN IDEM BAGI HAKIM DI PENGADILAN

Dalam melaksanakan pembangunan di bidang hukum, pada prinsifnya kemandirian penegak hukum mutlak diperlukan. Hal inilah kiranya yang mendasari mengapa kekuasaan seorang hakim cukup besar dalam menjalankan fungsi peradilan.
Dasar hukum yang memuat mengenai kemandirian hakim termuat dalam Pasal 1 dan 4 ayat (3) yang berbunyi :
Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Selanjutnya pada Pasal 4 ayat (3) dikatakan bahwa :
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak lain di luar Kekuasaan Kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang tersebut dalam Undang-Undang Dasar.
Melihat kekuasaan yang begitu besar wewenangnya dalam dunia peradilan, maka sudah barang tentu seorang hakim diharapkan dapat melahirkan putusan yang tidak bertentangan dengan rasa keadilan rakyat. Seorang hakim yang bebas seperti yang disebut di atas, bukan berarti bebas sesuai dengan kehendaknya, namun ia juga harus mematuhi norma-norma yang berlaku bagi seorang hakim.hal ini dipertegas dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni, “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Hakim sebagai pilar bagi tegaknya hukum dan keadilan mempunyai posisi yang sangat rentah terhadap kontaminasi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Banyaknya sorotan serta kritikan yang dilontarkan berbagai pihak, memang bukan tanpa alasan. Melihat posisi hakim yang mempunyai kekuasaan yang begitu besar, bukan tidak mungkin diselewengkan oleh para hakim. Namun tidak berarti bahwa banyaknya sorotan serta kritikan terhadap duani peradilan terutama terhadap hakim, maka kekuasaan dan kebebasan seseorang hakim harus terbelenggu. Sebab seorang hakim juga harus dituntut untuk setiap saat menemukan hukum bagi setiap perkara yang diajukan kepadanya. Hal ini sesuai dengan pandangan Achmad Ali (1996 : 156) yang menetapkan bahwa Hakim dalam setiap putusannya selalu dan tidak pernah tidak melakukan penemuan hukum.
Jikalau seorang hakim kehilangan kebebasan dalam melaksanakan fungsinya, maka sudah pasti ia juga sudah tidak dapat menemukan hukum seperti pendapat tersebut di atas.

Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu pokok permasalahan yakni :
1. Sejauhmana tingkat kebebasan dan kekuasaan seorang hakim dalam menjatuhkan putusannya?
2. Bagaimana kekuatan/akibat hukum dari suatu putusan yang dijatuhkan oleh seorang hakim?

Pengertian
Untuk memulai pembahasan makalah ini, penulis berangkat dari pengertian tentang apa yang dimaksud dengan hakim serta apa pula yang dimaksud dengan ne bis in idem.
Hakim menurut defenisi Andi Hamzah (1986:229) adalah : Pejabat Peradilan Pegara yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk mengadili,1 butir 8 KUHP.
Sedangkan ne bis in idem lebih lanjut dikatakan oleh Andi Hamzah (1986:393) adalah suatu perkara yang sama tidak boleh lebih dari satu kali diajukan untuk diputuskan oleh pengadilan. Dalam perkara perdata, jika suatu putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka tertutuplah kemungkinan untuk digugat kembali.
Berkaitan dengan hal di atas lebih lanjut dikatakan oleh Sudikno Mertokusumo (1988:173) bahwa kekuatan mengikat suatu putusan ialah bahwa seseorang hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus asebelumnya antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama, dan ulangan dari tindakan itu tidak mempunyai akibat hukum dan masalah seperti itu biasa diistilahkan dengan ne bis in idem.
A. Profesi Hakim
Dari dulu hingga kini, profesi hakim tetap merupakan profesi yang terpandang serta mulia dalam setiap komunitas penduduk. Seseorang yang hendak menjadi hakim harus memiliki sejumlah kriteria-kriteria tertentu untuk mencapai hal tersebut.
Satjipto Rahardjo (Achmad Ali, 1998 : 204) mengemukakan bahwa para Hakim termasuk orang-orang profesional yang bekerja dengan diam-diam. Lingkungan dan suasana kerja hakim adalah suasana yang tenang dan tentram, sangat berbeda dengan komponen peradilan yang lain, seperti polisi. Pekerjaan memeriksa dan mengadili lebih banyak mengerahkan kemampuan intelektual daripada otot. Tetapi ternyata kekeliruan kita jika berpendapat, bahwa pekerjaan profesional yang penuh dengan ketenangan itu tidak dapat menghasilkan suatu guncangan besar, suatu perubahan sosial, bahkan revolusi.
Dengan demikian menurut Achmad Ali (1998 : 205) bahwa hakim melalui putusannya, seyogyanya tidak menjatuhkan putusan-putusan yang tidak membumi, dalam arti sama sekali jauh dari kebutuhan masyarakatnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa mau tidak mau putusan hakim yang dinilai bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat dapat mempengaruhi sikap masyarakat. Oleh karena itu, hendaknya hakim benar-benar mewujudkan harapan yang terkandung dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menginginkan hakim dalam memutus, senantiasa memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Menurut Satjipto Rahardjo (Achmad Ali, 1998 : 206) mengemukakan bahwa Hakim adalah bagian atau kelanjutan dari pikiran-pikiran masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu di dalam menjalankan perannya itu, ia merupakan :
(1) pengemban nilai-nilai yang dihayati oleh masyarakat.
(2) hasil pembinaan masyarakat (sosialisasi)
(3) sasaran pengaruh lingkungannya pada waktu tiu.
Dengan demikian, seorang hakim dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya, menurut Budi Susanto (K. Lubis, 1993 L: 17 – 18) harus memiliki beberapa keutamaan yang anatara lain adalah keutamaan moral yang dibagi kedalam :
1. Kebijaksanaan yang merupakan induk dari keutamaan-keutamaan moral. Para ahli mengemukakan bahwa seseorang haruslah bijaksana supaya ia dapat menjadi adil dan tangguh.
Kebijaksanaan ini memerlukan sedikitnya dua syarat, yaitu pertama; pemahaman bathiniah, dan kedua kemampuan memanfaatkannya secara tepat pada setiap keadaan nyata.
2. Keadilan
Meskipun definisi keadilan hingga saat ini masih terdapat pertentangan mengingat sifatnya yang abstrak namun sebagai rujukan dari dapat dipedomani pendapat plato yang mengemukakan bahwa keadilan adalah kemampuan memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya masing-masing.
3. Ketangguhan.
Ketangguhan sering juga diistilahkan dengan keberanian. Ketangguhan juga bermakna sebagai kemampuan menanggung penderitaan dan kesulitan dengan berani dan tabah.
4. Keugaharian
Keugaharian, berasal dari kata “ugahari” yang berarti sedang; pertengahan, sederhana.
Kesederhanaan, dan ini dimanifestasikan dalam ciri-ciri kepribadian yang unggul, seperti kemurnian. Kesederhanaan, kerendahan hati dan lain-lain.
Namun demikian terlepas dari keutamaan-keutamaan yang harus dimiliki seorang hakim seperti tersebut di atas, sebuah ungkapan jujur keluar dari sosok hakim agung yaitu bapak Purwoto Gandasubrata (Siregar, 1995 : 81) bahwa dari pengamatan dan pengalaman kita sendiri, dengan hati sedih harus kita akui bahwa wibawa hukum dan citra pengadilan saat ini masih cukup memprihatinkan; sedangkan dalam Negara Republik Indonesia, yang merupakan suatu negara hukum, kekuasaan kehakiman harus berwibawa dan dihormati.
B. Kebebasan dan Kemandirian Hakim
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa kekuasaan hakim adalah kekuasaan yang bebas dari campur tangan pihak lain, seperti yang telah tercantum pada rumusan Pasal 1 dan Pasal 4 ayat (3).
Dalah hal putusan, seorang hakim memiliki kebebasan untuk menentukan putusannya, namun kebebasan hakim ini seperti dikatakan Oemar Senoadji (Affandi, 1981 : 93) janganlah diartikan sebagai kebebasan sekehendak hati. Sebab kebebasan itu tidak mengandung maksud untuk menyalurkan kehendaknya dengan sewenang-wenang tanpa objektivitasnya.
Adalah tepat jika hakim menjadikan dalih kebebasan dalam rangka untuk menegakkan prinsip keadilan dan kebenaran. Oleh karena itu daripadanya untuk selalu memperhatikan sifat yang dilakukan secara keseluruhan.
Pandangan seorang hakim tidak hanya tertuju kepada apakah putusan itu sudah benar menurut hukum melainkan juga terhadap akibat yang mungkin timbul. Dengan demikian seorang halim dianjurkan agar tidak menutup diri dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat sehingga ia akan lebih dapat memahami serta meresapi makna dari putusan yang akan dijatuhkannya.
Hakim yang tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat akan lebih mudah mengundang reaksi masyarakat melalui putusan-putusannya yang kurang mencerminkan perasaan keadilan. Sebaliknya harus pula diakui bahwa kesadaran hukum masyarakat belum sepenuhnya memuaskan hingga kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan masih diragukan kebenaran juridisnya.
Achmad Ali (1999 : 60) mengemukakan bahwa di adalam penyelesaian konflik lewat pengadilan terdapat kesenjangan antara persepsi para hakim dan persepsi para pihak yang berkonflik sendiri tentang kasus mereka itu. Sangat sering terdapat perbedaan persepsi yang tajam antara hakim yang bersandar pada tembok-tembok yang bersifat juridis, yaitu ketentuan-ketentuan formal yang berlaku, sedangkan para pihak yang berkonflik yang bersandar pada pengertain yang lebih samar-samar. Kesenjangan antara hakim dan pihak-pihak yang berkonflik itu kadang-kadang menjadi sedemikian besarnya sehingga sering dikatakan menimbulkan dua dunia yang sangat berbeda satu sama lain.
Karenanya suatu putusan hakim sebaiknya lebih informatif agar dapat memberikan gambaran yang lengkap baik tentang kasusnya maupun tentang dasar pertimbangan hukumnya.
Menjatuhkan putusan bukanlah pekerjaan yang mudah dan terkadang menempatkan hakim pada posisi pahit, terlebih jika ada campur tangan yang tidak bisa dielakkan. Meskipun begitu, seandainya hakim mau mempergunakan kebebasannya dengan batasan serta melaksanakan keyakinan berdasarkan kenyataan maka ia akan dapat mengekang dirinya untuk tidak menjatuhkan putusan yang dapat memancing reaksi masyarakat.
C. Hakekat Kemandirian Hakim
Seperti yang telah banyak disinggung pada bagian terdahulu bahwa seorang hakim mempunyai wewenang yang besar dalam menjalankan fungsi peradilan yang diamanahkan kepadanya. Oleh bapak Bismar Siregar (1986:73) menguraikan tentang hakekat kemandirian atau kebebasan hakim yang sesungguhnya bahwa kemandirian dan kebebasan hakim sangat tergantung pada pribadinya dan bukan pada jaminan undang-undang, tetapi kepada iman.
Kalimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa semakin memperkokoh pendapat bapak Bismar Siregar di atas, bahwa seorang hakim dalam menjatuhkan putusannya bukan bebas-sebebasnya akan tetapi ia harus pertanggung jawabkan di depan Pengadilan Allah SWT. bukan tanpa alasan mengapa pembuat undang-undang mengurutkan pertanggung jawaban demikian, tetapi karena tahu persis bahwa dasar Hakim memberi keadilan itu bukan demi siapa-siapa tetapi Demi Tuhan Yang Maha Esa.
Olehnya itu lebih lanjut dikatakan Bismar Siregar (1995:80) bahwa setiap hakim hendaknya bertanya kepada diri sendiri, apakah ia mampu menegakkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa? Sebuah pertanyaan yang menuntut jawaban yang jujur.
D. Kekuatan Mengikat Putusan Hakim
Suatu putusan yang dikeluarkan oleh hakim dengans endirinya mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat kepada para pihak. Putusan hakim biasanya dimaksudkan untuk dapat melaksanakan atau merealisir suatu hak secara paksa (Sudikno Mertokusumo, 1988:171).
Dengan demikian, putusan seorang hakim mempunyai kekuatan mengikat kepada kedua belah pihak (Pasal 1917 BW). Terikatnya para pihak kepada putusan telah melahirkan beberapa teori yang hendak mencoba memberi dasar tentang kekuatan mengikat dari pada putusan. Teori-teori tersebut telah dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo (1988 : 171-175) antara lain :
a. Teori hukum materiil.
Menurut teori ini, kekuatan mengikat dari suatu putusan mempunyai sifat hukum materiil oleh karena mengadakan perubahan terhadap wewenang dan kewajiban keperdataan: menetapkan, menghapuskan atau mengubah. Menurut teori ini putusan itu dapat menimbulkan atau meniadakan hubungan hukum. Dengan demikian putusan merupakan sumber hukum materiil.
Suatu tuntutan pembayaran atau pelunasan hutang dari penggugat yang dikabulkan oleh pengadilan menyebabkan penggugat menjadi kreditur, sekalipun putusannya belum tentu benar.
b. Teori hukum acara
Teori ini membantah teori pertama yang menganggap bahwa putusan adalah sumber hukum materiil, melainkan sumber daripada wewenang prosesuil. Siapa yang dalam suatu putusan diakui sebagai pemilik, maka ia dengan sarana prosesuil terhadap lawannya dapat bertindak sebagai pemilik. Baru apabila undang-undang mensyaratkan adanya putusan untuk timbulnya keadaan baru, maka putusan itu mempunyai arti hukum materiil.
c. Teori hukum pembuktian
Menurut teori ini, putusan merupakan bukti tentang apa yang ditetapkan di dalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat oleh karena menurut teori ini pembuktian lawan terhadap isi suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti tidak diperkenankan. Teori tergolong teori kuno yang sudah tidak banyak penganutnya.
d. Terikatnya para pihak pada putusan
Sterikatnya para pihak terhadap putusan hakim mempunyai dua pengertian yaitu Pertama; bahwa apa yang diputus di antara para pihak berlaku sebagai suatu kebenaran. Kedua bahwa hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya antara para pihak yang sama serta perkara yang sama.
Ini menunjukkan bahwa kebebasan seseorang hakim demikian besar, sehingga dari putusannya itu tidak lagi dapat diputus oleh hakim manakala perkara ini diajukan kembali.
e. Kekuatan hukum yang pasti
Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap apabila tidak ada lagi upaya hukum yang tersedia. Termasuk upaya hukum biasa yaitu perlawanan, banding dan kasasi.

Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kini tibalah saatnya bagi penulis untuk menyimpulkan uraian tersebut yaitu :
1. Hakim dalam menjalankan fungsi peradilan yang diamanahkan kepada diberi kebebasan dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diajukan kepadanya. Hal ini telah dikukuhkan dalam sebuah Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Namun kebebasan dimaksud dalam undang-undang tersebut tidaklah berarti bebas sekehendak hati. Akan tetapi suatu putusan harus benar-benar mencerminkan nilai-nilai keadilan yang ada dalam masyarakat
2. Salah satu bentuk dari kemandirian dan kebebasan hakim adalah diberikannya wewenang untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dan putusan tersebut wajib dipatuhi oleh para pihak sebagai akibat hukum dari putusan tersebut. Sebagai tindak lanjut dari kebebasan dan kemandirian hakim, maka suatu perkara yang telah diputuskan oleh seorang hakim terhadap objek yang sama, para pihak yang sama serta perkara yang sama, tidak lagi dapat diterima oleh pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Wahyu, 1981, Hakim dan Penegakan Hukum, Alumni, Bandung.
Ali, Achmad, 1996, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta.
_________, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yasrif Watampone, Jakarta.
_________, 1999, Pengadilan dan Masyarakat, Hasanuddin University Press. Ujung Pandang.
Hamzah, Andi, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.
K. Lubis, Suhrawardi, 1994, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 1988, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Siregar, Bismar, 1986, Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Rajawali, Jakarta.
___________, 1995, Hukum, Hakim dan Keadilan Tuhan, Gema Insani Press, Jakarta.

KONSEP HUKUM DAN DEMOKRASI YANG DIHARAPKAN PENERAPANNYA DI INDONESIA:

الـسَّـــلامُ عَـلَـيْـكُـمْ وَرَحْــمَــةُ اللــه وَبَـرَكَاتُـــه
. اَشْهَدُ اَنْ لا َ إِلَهَ إِلا َّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا َ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عـَلَى كـُلِّ شَيْءٍ قـَدِيْرٌ صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهـَزَمَ الا َْحْزَابَ وَحْدَهُ ، وَاَشْهَدُاَنَّ محمدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، . اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عـَلَى مُحَمَّدٍ وَعـَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْدُهُ، فَيَا عـِبَادَ اللّـهِ اِتـَّقُوا اللّـهَ حَقَّ تـُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اَمَّـا بَـعْـدُ. فيـاعـباد اللــه اوصيكــم وايــاي بـتـقـوى اللـه فـقـد فـا ز الـمـتـقـون. قـال اللـه تـعـالى فى الـقـر ان الـكـريم . اعوذ بـالـلـه من الشيطـان الرجيم. بسم اللـه ا لرحمـن الـرحـيـم. فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يـبُنَيَّ اِنِّيْ اَرَى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَادََا تَرَى قَالَ ياَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُ نِيْ اِنْشَآءَ اللّـهُ مِنَ الصّبِرِيْنَ
Al-Hamd li al-Lâh, segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Penguasa alam semesta yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang kepada seluruh makhlukNya. Hanya Allah yang memberi rahmat dan petunjuk kepada kita sekalian, sehingga dalam suasana Tahun Baru 1423 Hijriyah ini kita datang melaksanakan kewajiban kita yaitu Shalat Jum’at dan juga merupakan kebutuhan primer kita dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini, sebagai tanda ketaatan yang penuh tawâdhu dan khusyu kepadaNya. Demikian pula salawat dan taslim kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat serta pengikut-pengikutnya yang setia hingga melewati sejumlah zaman.
Alhamdu lillah, bila kita membuka lembaran sejarah kehidupan manusia yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam al-Qur’ân al-Karim. Di dalamnya kita dapatkan sejumlah perintah Allah swt., dalam bentuk “Hukum dan Demokrasi yang dapat dijadikan pedoman dalam penegakan Hukum dan Demokrasi kepada penduduk yang mendiami negara republik Indonesia termasuk Wilayah Ampana, di antaranya:
Perintah Pertama. Perintah Allah Swt. kepada anak Nabiy al-Lâh Adam as, yaitu Qabil dan Habil untuk melaksanakan qurban.
Jika kita memaknai sejarah perilaku manusia atas kedua peristiwa qurban dimaksud, tampak 2 (dua) karakteristik manusia, yaitu: karakteristik manusia yang mengikuti keimanannya dalam menerapkan hukum Allah Swt pada dirinya di satu pihak dan Sang kakak (Qabil) di pihak lainnya tergambar karakteristik manusia yang mengikuti hawa nafsunya sehingga tidak mau melaksanakan hukum Allah yang ditetapkan baginya. Karakteristik perilaku manusia dimaksud akan selalu tampak dalam kehidupan sosial manusia pada setiap zaman. Karakteristik manusia yang mengikuti hawa nafsu adalah awal munculnya kecemburuan sosial yang berakhir dengan pembunuhan di antara anak Nabiy al-Lâh Adam as, sehingga adik dibunuh oleh kakak karena irihati. Di saat itulah awal terjadinya pertumpahan darah di dunia. Dari sini pula pengorbanan itu berawal. Allah Swt mengabadikan karakteristik peristiwa perilaku manusia berdasarkan FirmanNya di dalam Al-Qur’an:
لَئِنْ بَصَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتـَقـْتـُلـَنِيْ مَآ أَنَا بِباَصِطٍ يَدِيَ لأَِ قـْتـُلَكَ اِنِّيْ اَخَافُ اللّـهَ رَبَّ الْعلَمِيْنَ.
Sungguh, jika kakak mengayunkan tangannya untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguh-nya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam..
Dari ayat ini tampak bahwa, Sang adik (Habil) mengorbankan dirinya bersimbol darah, dan menyerahkan segala sesuatunya kepada kakak (Qabil), demi mencapai keridhaan Allah swt. semata. Selain itu, tampak pula sang Kakak dikendalikan oleh hawa nafsunya sehingga membunuh adik kandungnya atau biasa disebut dalam istilah saat ini “main hakim sendiri”.
JAMAAH JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Peristiwa qurban yang lain disebutkan oleh Allah dalam Alquran, kita temukan peristiwa sejarah, proses kehidupan sosok pemimpin seperti Nabiy al-Lâh Ibrahim as. dan keluarganya. Peristiwa tersebut, diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’ân al-Karîm sebagai asas, kaidah, dan pedoman dalam kepemimpinan yang dijadikan terapi demok-rasi kemanusiaan yang mengandung nilai-nilai Ilahiyah
Peristiwa dimaksud, Allah Swt menjelaskan di dalam Alquran sebagai peristiwa proses kepemimpinan Nabiy al-Lâh Ibrahim as., yang dapat dijadikan pedoman kepemim-pinan dalam perilaku kehidupan sosial politik, ekonomi, hukum dan sebagainya, maka kita temukan di antaranya sebagai berikut.
Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya as. (Sitti Hajar dan Ismail) diperintah oleh Allah swt. untuk menyembelih anaknya, yaitu Ismail. Perintah itu harus dilakukan dengan tangannya dan di depan matanya sendiri. Ismail adalah anak yang sekian lama dirindukan kehadirannya lewat do’a tulus kepada Allah swt. yang tak pernah putus. Lalu, dengan pikiran sederhana kita akan bertanya mengapa si anak dambaan yang setelah lahir dan hingga ia berusia sekitar 10 tahun, ia harus disembelih (diqurbankan) oleh Sang ayah yang sungguh sangat mencintainya?
Nabiy al-Lâh Ibrahim as. baru menerima berita uji keimanan dari Allah menegenai do’anya yang mustajab atas keberadaan anaknya, Ismail. Kemudian tiba-tiba pula, ia harus menerima perintah untuk menyerahkan titipan Allah itu dari genggaman tangannya dengan penuh keikhlasan. Sebagai orang yang taat, ia pun penuhi perintah Allah swt, setelah ia berdialog/musyawarah dengan anaknya, Ismail, calon untuk diqurbankan. Ada tiga pesan Ismail kepada ayahnya: (1) Wahai ayahku! pisau yang engkau pakai hendak lah ditajamkan supaya dapat mempercepat proses kematianku; (2) Tangan dan kakiku hendak lah diikat kuat-kuat sehingga pakaian ayah tidak kena percikan darahku; (3) Salam hormat untuk ibuku. Dialog itu diungkapkan oleh Allah di dalam Alquran, Surah Al-Shafât ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يـبُنَيَّ اِنِّيْ اَرَى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَادََا تَرَى قَالَ ياَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُ نِيْ اِنْشَآءَ اللّـهُ مِنَ الصّبِرِيْنَ.
Maka tatkala anak itu sudah sanggup membantunya, Ibrahim berkata, Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku diperintahkan oleh Allah untuk menyembelihmu. Maka bagaimana kah pendapatmu ? Ismail menjawab; wahai ayahku, lakukan lah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu ! akan kamu dapati aku insya Allah termasuk orang-orang yang sabar.
Inilah dialog antara ayah dengan anaknya, antara generasi tua dengan generasi muda, antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara pemerintah dengan yang diperintah, dalam nuansa demokrasi yang transparan, kendati dalam kondisi psikologis yang paling sulit dan mengharukan bagaimana pun, apa yang dialami oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya as. Dalam situasi kejiwaan yang demikian kritis dan tak terhindarkan, yaitu peristiwa Nabiy al-Lâh Ibrahim menyembelih anaknya (Ismail) mutlak terabadikan di dalam Alqur’an al-Karim.
Di saat detik terakhir, mata tajam pisau tergenggam menyentuh leher pasrah Ismail, datang lah kemaharibaan Ilâh Rabb yang dengan kemaha kuasaanNya, sejarah terhenti dalam bentuk yang lain. “Nabi Ibrahim as. lewat teruji, Ismail (anaknya) terbukti sabar”.
Petunjuk kehidupan sejarah kemanusiaan ini pertanda bahwa akan datang perintah/rahmat Allah swt. yang lain pada saat-saat yang kritis untuk menetralisir dan meringankan beban psikologis mereka, sekaligus mengangkat derajat serta mengharumkan nama Ibrahim dan Ismail as. bagi generasi dahulu, kini, dan yang akan datang. Firman Allah dalam Alquran, Surah Al-Shafât ayat 107:
وَفـَد َيـْنـهُ بـِذ ِبْـحٍ عـَظـِيـْمٍ.
Dan kami tebus Ismail dengan seekor sembelihan yang besar.
Peristiwa penyembelihan tersebut, merupakan puncak proses ujian keimanan yang membentuk dan menjadikan Nabiy al-Lâh Ibrahim dan Ismail sebagai manusia yang memiliki iman yang berproses mencapai taqwa. Karena itu ia menjadi pemimpin masa depan karena adanya kualitas amaliah yang mengagumkan sebagaimana janji Allah dalam Alquran, Surah Maryam ayat 50:
وَوَهـَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتـِنَا وَجَعـَلـْنَالَهـُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا.
Dan Allah melimpahkan rahmat kepada Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya (anak dan isterinya). Allah menjadikan nama mereka harum menjulang tinggi.
Dari peristiwa pelaksanaan qurban yang dilakukan oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim as. dapat dipahami bahwa berqurban (penyembelihan hewan) yang didasari oleh keikhlasan yang tulus untuk mencapai keridhaan Allah merupakan proses keimanan untuk mencapai perilaku taqwa.
Peristiwa pelaksanaan penyembelihan hewan qurban bila dianalisis secara keimanan maka dapat dikatakan bahwa hewan qurban bersimbolkan hawa nafsu sehingga merupakan penyem-belihan hawa nafsu. Karena itu, hawa nafsu yang tersembelih dan/atau terkendali berarti pada saat itu iman berproses melewati tahapan-tahapan ujian yang berakhir dengan terbentuknya perilaku manusia taqwa. Allah berfirman dalam Alquran:
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُتْرَكُوْا اَنْ يَقُوْلُوْا امَنَّا وَهـُمْ لاَيـُفـْتَنُوْنَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Dari dua kasus Peristiwa pengorbanan di atas, bila dilihat dari aspek hukum, sosial politik, ekonomi dan sosial budaya maka dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan penduduk yang mendiami negara republik Indonesia sebagai berikut.
1) Aturan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah keberla-kuannya kepada manusia (ciptaanNya), maka manusia tidak mempunyai pilihan kecuali melaksanakan perintah dimak-sud.
2) Hukum Allah yang diperuntukkan kepada manusia merupakan hukum yang cocok bagi kehidupan manusia sebagai hamba dari Allah Swt. Sebaliknya, bila manusia memilih hukum selain hukum yang dibuat oleh Allah Swt., berarti bagaikan ikan yang memilih hidup selain di dalam air, sehingga ia pasti akan tersiksa kalau ia belum mati;
3) Kesadaran hukum yang dimiliki oleh manusia mutlak diperlukan dalam pencapaian tujuan hukum yaitu keseim-bangan dan kesepadanan yang bersimbolkan keadilan
4) Habil (anak Adam As yang patuh kepada hukum) tampak dalam bentuk pengorbanan harta dan jiwanya untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Pengorbanan jiwa mencer-minkan tidak melakukan perlawanan kepada kakaknya. Sebab, bila ia melakukan perlawanan maka berlaku dalil hukum yang diungkapkan oleh Allah Saw:
اْلـقَـا تِـلُ وَاْلـمَـقْـتُـوْ لُ فِى الـنَّـا رِ
Orang yang membunuh dan dibunuh (berkelahi) keduanya berada dalam neraka. Hal itu, berarti nilai-nilai Deklarasi Malino bagi penduduk yang mendiami Propinsi Sulawesi Tengah akan terlaksana yang memulihkan kerukunan dan keamanan. Sebab, proses hukum bagi yang melakukan kejahatan akan menda-patkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

5) Dialog antara ayah dengan anaknya, antara generasi tua dengan generasi muda, antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara pemerintah dengan yang diperintah, dalam nuansa demokrasi yang transparan mencerminkan bentuk demokrasi yang dijiwai oleh masing-masing hati nurani yang tunduk kepada perintah Allah Swt. Selain itu, menunjukkan bahwa semua manusia dihadapan hukum sama kedu-dukannya. Karena itu, “orang tertentu” yang kebal hukum di negara republik Indonesia segera ditiadakan oleh negara dalam arti penerapan asas hukum yang biasa disebut opportunitas segera ditiadakan atau dibumi hanguskan karena bertentangan dengan hukum Allah Swt, yaitu hukum yang yang dibuat oleh Pencipta manusia
6) Dialog Nabiyullah Ibrahim dengan keluarganya (Ismail dan ST. Hajar) menggambarkan keberhasilan seorang kepala keluarga dalam menanamkan nilai-nilai agama kepada keluarganya sehingga patuh terhadap perintah orangtuanya dan sekaligus tercermin kepatuhannya kepada Allah Swt.
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Kesimpulan dari Dialog yang telah disebutkan, sepatutnya dibudayakan oleh penduduk yang mendiami negara republik Indonesia pada umumnya dan khususnya ummat Islam Indonesia termasuk yang mendiami Sulawesi Tengah, agar kita semua terhindar dari penyakit hati yang sangat berbahaya, sombong, tamak dan hasad. Rasulullah saw. bersabda: “Hati-hati lah kamu dari sifat sombong karena Iblis telah terdorong oleh kesom-bongannya sehingga tidak mau bersujud kepada Adam as, dan hati-hati lah kamu dari sifat tamak karena Adam telah terdorong oleh ketamakannya atas rayuan Iblis, sehingga ia memakan buah pohon terlarang, dan hati-hati lah kamu dari sifat hasad karena anak Adam terdorong oleh irihatinya atas kebiasaan syaithan sehingga membunuh saudara kandungnya.
Ketiga sifat (sombong, tamak, dan hasad) itu merupa-kan embrio (bibit) dari semua dosa dan pelanggaran yang telah terinjeksi ke dalam pikiran-pikiran dan perasaan insan muslim pada persaingan bebas tak terkendali dari nilai-nilai Ilahiyah. Medernisasi pasaran bebas nilai, menawarkan spekulasi nilai-nilai relegiusitas keagamaan dan kebudayaan yang bisa melun-turkan perekat keimanan ummat Islam, bila nafsu keserakahan tidak mampu dikendalikan oleh perilaku keimanan. Karena itu, Iklim dialog sangat diperlukan untuk memacu kreativitas, membangkitkan motivasi kerja dalam memasyarakatkan nilai-nilai hukum dan demokrasi yang dijiwai oleh keimanan.
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Dari peristiwa proses pendidikan yang dialami oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim as. Sangat lah sulit rasanya kita mengembangkan ide yang ada di kepala kita, jika di dalam diri setiap muslim masih terdapat sejumlah penyakit hati yang tidak mampu diobati oleh dokter ahli apapun, kecuali diri kita masing-masing dan Allah swt. Yang Maha Tahu. Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat hamba-hambaNya yang betul-betul mau bertaubat dengan taubat nashûhah.

Akhirnya, mari lah kita merenungkan kembali kepada peristiwa-peristiwa yang dilalui oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim as, dan mengambil sebagai pelajaran untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum dan demokrasi yang dijiwai oleh nilai-nilai keimanan kita. Berdasarkan semua itu, dapat dipetik bahwa perjuangan untuk meningkatkan kualitas kesadaran hukum dan kesadaran demokrasi yang dijiwai oleh kesadaran keimanan yang kita miliki mesti melalui pengorbanan atau berqurban.
Marilah kita sejenak menundukkan kepala dan menghadapkan hati kita kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, semoga semua amal ibadah kita dapat mengangkat derajat kualitas kesadaran hukum dan demokrasi yang dijiwai oleh nilai-nilai keimanan kita sehingga mencapai status “taqwa”, yaitu bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. amien.
Ya Allah, ya Tuhan kami ! kami memohon kepada Mu seperti yang dimohonkan oleh Nabiyullah Ibrahim dahulu ketika mengucapkan do’a.
Ya Allah Rabb al-‘Alamin ! jadikanlah negeri ini mampu melaksanakan “Deklarasi Malino” yang dapat mengakhiri pertikaian di antara hambaMu dan jauhkanlah kami dan keluarga kami dari golongan yang tidak mampu melaksanakan hukum dan demokrasi yang Engkau ridhai
Wahai Tuhan kami ! Kami panjatkan puja dan syukur kehadiratMu, karena Engkaulah memberikan ketabahan dan kesabaran, kemampuan lahir-bathin, kepada kami dalam menja-lankan tugas, membangun persatuan dan kesatuan dalam mengisi kehidupan reformasi yang di dambakan oleh penduduk yang mendimi negeri ini. Semoga hasil reformasi itu tetap dalam keridhaanMu Ya Allah.
Allahumma Ya Allah, jadikanlah hati kami bersih dari sifat-sifat irihati dan dendam di antara sesama kami dan ikhlas saling memaafkan sesama manusia dari kesalahan sebagai realisasi kualitas keimanan kami. Jadikanlah putra-putri bangsa kami sebagai penerus cita-cita para pejuang syuhada yang telah mendahului kami menghadap kehadiratMu, dan berikanlah kami kemampuan lahir-bathin untuk menjadi khalifahMu di bumi ini.
Ya Allah, Ya Tuhan Kami; tingkatkanlah keimanan kami sebagai penerus dalam melaksanakan pembangunan “Otonomi Daerah” dan jadikanlah ketakwaan kami sebagai landasan pengabdian melalui tugas-tugas pembangunan dalam mempersiapkan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Allahumma Ya Allah, Kiranya Engkau berkenan menerima do’a kami sebagaimana Engkau menerima do’a para Nabi dan RasulMu
اللَّهُمَّ اغـْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَا تِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، وَقَاضِيَ الْحَجَا تِ. اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهـْلَكَ الْكـُفَّارِ وَالْمُشْرِكـِيـْنَ. رَبـَّنَا تـَقـَبـَّلْ مِنَّا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ اَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّـهِ رَبِّ الْعلَمِيْنَ.
وَاَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّـهِ وَبَرَكَاتُهُ

KONSEP HUKUM DAN DEMOKRASI DALAM PENERAPANNYA DI INDONESIA

Oleh: Prof. Dr. Zainuddin Ali, MA. *)

الـسَّـــلامُ عَـلَـيْـكُـمْ وَرَحْــمَــةُ اللــه وَبَـرَكَاتُـــه
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
اَْلـحَـمْـدُ لِلَّـهِ الَّذِى جَـعَـلَ هَــذ َاْلـيَوْمِ اْلعِـيْـدِ لِلْمُسْـلِمِـيْن رَحْـمَـةٌ لِلْـعَـا لَـمِـيْـنَ . اَشْهَدُ اَنْ لا َ إِلَهَ إِلا َّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا َ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عـَلَى كـُلِّ شَيْءٍ قـَدِيْرٌ صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهـَزَمَ الا َْحْزَابَ وَحْدَهُ ، وَاَشْهَدُاَنَّ محمدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، . اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عـَلَى مُحَمَّدٍ وَعـَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْدُهُ، فَيَا عـِبَادَ اللّـهِ اِتـَّقُوا اللّـهَ حَقَّ تـُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اَمَّـا بَـعْـدُ. فيـاعـباد اللــه اوصيكــم وايــاي بـتـقـوى اللـه فـقـد فـاز الـمـتـقـون. قـال اللـه تـعـالى فى الـقـر ان الـكـريم . اعوذ بـالـلـه من الشيطـان الرجيم. بسم اللـه ا لرحمـن الـرحـيـم. فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يـبُنَيَّ اِنِّيْ اَرَى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَادََا تَرَى قَالَ ياَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُ نِيْ اِنْشَآءَ اللّـهُ مِنَ الصّبِرِيْنَ
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Al-Hamd li al-Lâh, segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Penguasa alam semesta yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang kepada seluruh makhlukNya. Hanya Allah yang memberi rahmat dan petun-juk kepada kita sekalian, sehingga di pagi hari yang penuh berkah ini, di bawah sinar Matahari yang ceria, seceria wajah hamba Allah yang beriman. Di tempat ini kita berkumpul bersama-sama seraya mengumandangkan ucapan takbir, tahlil dan tahmid, sebagai tanda ketaatan yang penuh tawâdhu dan khusyu kepadaNya. Demikian pula salawat dan taslim kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat serta pengikut-pengikutnya yang setia hingga melewati sejumlah zaman. Salam kehormatan kepada Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya as, semoga tetap mendapat tempat yang layak di sisi Allah swt.
Alhamdu lillah, bila kita membuka lembaran sejarah kehidupan manusia yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam al-Qur’ân al-Karim. Di dalamnya kita dapatkan sejumlah perintah Allah swt., dalam bentuk “Hukum dan Demokrasi yang dapat dijadikan pedoman dalam penegakan Hukum dan Demokrasi kepada penduduk yang mendiami negara republik Indonesia, di antaranya:
Perintah Pertama. Perintah Allah Swt. kepada anak Nabiy al-Lâh Adam as, yaitu Qabil dan Habil untuk melaksanakan qurban. Kedua anak Nabiy al-Lâh itu, masing-masing melak-sanakan qurban dengan cara yang berbeda. Sang adik (Habil) melaksa-nakan qurban dengan memilih hartanya yang berkualitas. Seperti kambing gemuk, sapi gemuk lagi sehat, dan semua yang dikurbankan adalah yang terbaik dari hartanya. Sang kakak (Qabil) melaksanakan qurban dengan harta yang kualitasnya rendah. Misalnya kambing yang kurus, sapi kurus lagi cacat nilai, dan semua yang diqurbankan adalah yang terjelek dari hartanya. Dari kedua anak bersaudara ini, masing-masing melaksanakan qurbannya pada suatu tempat di atas gunung yang berbeda. Selama beberapa hari kemudian, keduanya melihat masing-masing di mana ia meletakkan qurbannya. Sang adik melihat qurbannya dimakan habis oleh binatang pemangsa, burung-burung atau makhluk-makhluk pemangsa lainnya. Ini pertanda bahwa qurban si Habil diterima oleh Allah swt. Pada saat yang bersamaan Sang kakak (Qabil) pergi melihat qurbannya, yang sedianya habis dimakan oleh makhluk pemangsa, ternyata qurban tersebut tidak ada yang berkeinginan memakannya. Binatang-binatang pemangsa, burung-burung dan makhluk pemangsa lainnya semuanya enggan memakannya dalam arti qurbannya ditolak oleh Allah swt.
Jika kita memaknai sejarah perilaku manusia atas kedua peristiwa qurban tersebut, tampak 2 (dua) karakteristik manusia, yaitu: karakteristik manusia yang mengikuti keimanannya dalam menerapkan hukum Allah Swt pada dirinya di satu pihak dan Sang kakak (Qabil) di pihak lainnya tergambar karakteristik manusia yang mengikuti hawa nafsunya sehingga tidak mau melaksanakan hukum Allah yang ditetapkan baginya. Karak-teristik perilaku manusia dimaksud akan selalu tampak dalam kehidupan sosial manusia pada setiap zaman. Karakteristik manusia yang mengikuti hawa nafsu adalah awal munculnya kecemburuan sosial yang berakhir dengan pembunuhan di antara anak Nabiy al-Lâh Adam as, sehingga adik dibunuh oleh kakak karena irihati. Di saat itulah awal terjadinya pertumpahan darah di dunia. Dari sini pula pengorbanan itu berawal. Allah Swt mengabadikan karakteristik peristiwa perilaku manusia berdasarkan FirmanNya di dalam Al-Qur’an:
لَئِنْ بَصَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتـَقـْتـُلـَنِيْ مَآ أَنَا بِباَصِطٍ يَدِيَ لأَِ قـْتـُلَكَ اِنِّيْ اَخَافُ اللّـهَ رَبَّ الْعلَمِيْنَ.
Sungguh, jika kakak mengayunkan tangannya untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam..
Dari ayat ini tampak bahwa, Sang adik (Habil) mengor-bankan dirinya bersimbol darah, dan menyerahkan segala sesuatunya kepada kakak (Qabil), demi mencapai keridhaan Allah swt. semata. Selain itu, tampak pula sang Kakak dikendalikan oleh hawa nafsunya sehingga membunuh adik kandungnya atau biasa disebut dalam istilah saat ini “main hakim sendiri”.
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Peristiwa qurban yang lain disebutkan oleh Allah dalam Alquran, kita temukan peristiwa sejarah, proses kehidupan sosok pemimpin seperti Nabiy al-Lâh Ibrahim as. dan keluarganya. Peristiwa tersebut, diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’ân al-Karîm sebagai asas, kaidah, dan pedoman dalam kepemimpinan yang dijadikan terapi demok-rasi kemanusiaan yang mengandung nilai-nilai Ilahiyah
Peristiwa dimaksud, Allah Swt menjelaskan di dalam Alquran sebagai peristiwa proses kepemimpinan Nabiy al-Lâh Ibrahim as., yang dapat dijadikan pedoman kepemim-pinan dalam perilaku kehidupan sosial politik, ekonomi, hukum dan sebagainya, maka kita temukan di antaranya sebagai berikut.
Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya as. (Sitti Hajar dan Ismail) diperintah oleh Allah swt. untuk menyembelih anaknya, yaitu Ismail. Perintah itu harus dilakukan dengan tangannya dan di depan matanya sendiri. Ismail adalah anak yang sekian lama dirindukan kehadirannya lewat do’a tulus kepada Allah swt. yang tak pernah putus. Lalu, dengan pikiran sederhana kita akan bertanya mengapa si anak dambaan yang setelah lahir dan hingga ia berusia sekitar 10 tahun, ia harus disembelih (diqurbankan) oleh Sang ayah yang sungguh sangat mencintainya?
Nabiy al-Lâh Ibrahim as. baru menerima berita uji keimanan dari Allah menegenai do’anya yang mustajab atas keberadaan anaknya, Ismail. Kemudian tiba-tiba pula, ia harus menerima perintah untuk menyerahkan titipan Allah itu dari genggaman tangannya dengan penuh keikhlasan. Sebagai orang yang taat, ia pun penuhi perintah Allah swt, setelah ia berdialog/musyawarah dengan anaknya, Ismail, calon untuk diqurbankan. Ada tiga pesan Ismail kepada ayahnya: (1) Wahai ayahku! pisau yang engkau pakai hendak lah ditajamkan supaya dapat mempercepat proses kematianku; (2) Tangan dan kakiku hendak lah diikat kuat-kuat sehingga pakaian ayah tidak kena percikan darahku; (3) Salam hormat untuk ibuku. Dialog itu diungkapkan oleh Allah di dalam Alquran, Surah Al-Shafât ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يـبُنَيَّ اِنِّيْ اَرَى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَادََا تَرَى قَالَ ياَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُ نِيْ اِنْشَآءَ اللّـهُ مِنَ الصّبِرِيْنَ.
Maka tatkala anak itu sudah sanggup membantunya, Ibrahim berkata, Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku diperintahkan oleh Allah untuk menyembelihmu. Maka bagaimana kah pendapatmu ? Ismail menjawab; wahai ayahku, lakukan lah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu ! akan kamu dapati aku insya Allah termasuk orang-orang yang sabar.
Inilah dialog antara ayah dengan anaknya, antara generasi tua dengan generasi muda, antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara pemerintah dengan yang diperintah, dalam nuansa demokrasi yang transparan, kendati dalam kondisi psikologis yang paling sulit dan mengharukan bagaimana pun, apa yang dialami oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya as. Dalam situasi kejiwaan yang demikian kritis dan tak terhindarkan, yaitu peristiwa Nabiy al-Lâh Ibrahim menyembelih anaknya (Ismail) mutlak terabadikan di dalam Alqur’an al-Karim.
Di saat detik terakhir, mata tajam pisau tergenggam menyentuh leher pasrah Ismail, datang lah kemaharibaan Ilâh Rabb yang dengan kemaha kuasaanNya, sejarah terhenti dalam bentuk yang lain. “Nabi Ibrahim as. lewat teruji, Ismail (anaknya) terbukti sabar”.
Petunjuk kehidupan sejarah kemanusiaan ini pertanda bahwa akan datang perintah/rahmat Allah swt. yang lain pada saat-saat yang kritis untuk menetralisir dan meringankan beban psikologis mereka, sekaligus mengangkat derajat serta mengharumkan nama Ibrahim dan Ismail as. bagi generasi dahulu, kini, dan yang akan datang. Firman Allah dalam Alquran, Surah Al-Shafât ayat 107:
وَفـَد َيـْنـهُ بـِذ ِبْـحٍ عـَظـِيـْمٍ.
Dan kami tebus Ismail dengan seekor sembelihan yang besar.
Peristiwa penyembelihan tersebut, merupakan puncak proses ujian keimanan yang membentuk dan menjadikan Nabiy al-Lâh Ibrahim dan Ismail sebagai manusia yang memiliki iman yang berproses mencapai taqwa. Karena itu ia menjadi pemimpin masa depan karena adanya kualitas amaliah yang mengagumkan sebagaimana janji Allah dalam Alquran, Surah Maryam ayat 50:
وَوَهـَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتـِنَا وَجَعـَلـْنَالَهـُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا.
Dan Allah melimpahkan rahmat kepada Nabiy al-Lâh Ibrahim dan keluarganya (anak dan isterinya). Allah menjadikan nama mereka harum menjulang tinggi.
Dari peristiwa pelaksanaan qurban yang dilakukan oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim as. dapat dipahami bahwa berqurban (penyembelihan hewan) yang didasari oleh keikhlasan yang tulus untuk mencapai keridhaan Allah merupakan proses keimanan untuk mencapai perilaku taqwa.
Peristiwa pelaksanaan penyembelihan hewan qurban bila dianalisis secara keimanan maka dapat dikatakan bahwa hewan qurban bersimbolkan hawa nafsu sehingga merupakan penyem-belihan hawa nafsu. Karena itu, hawa nafsu yang tersembelih dan/atau terkendali berarti pada saat itu iman berproses melewati tahapan-tahapan ujian yang berakhir dengan terbentuknya perilaku manusia taqwa. Allah berfirman dalam Alquran:
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُتْرَكُوْا اَنْ يَقُوْلُوْا امَنَّا وَهـُمْ لاَيـُفـْتَنُوْنَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Dari dua kasus Peristiwa pengorbanan di atas, bila dilihat dari aspek hukum, sosial politik, ekonomi dan sosial budaya maka dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan penduduk yang mendiami negara republik Indonesia sebagai berikut.
1) Aturan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah keberla-kuannya kepada manusia (ciptaanNya), maka manusia tidak mempunyai pilihan kecuali melaksanakan perintah dimak-sud.
2) Hukum Allah yang diperuntukkan kepada manusia merupakan hukum yang cocok bagi kehidupan manusia sebagai hamba dari Allah Swt. Sebaliknya, bila manusia memilih hukum selain hukum yang dibuat oleh Allah Swt., berarti bagaikan ikan yang memilih hidup selain di dalam air, sehingga ia pasti akan tersiksa kalau ia belum mati;
3) Kesadaran hukum yang dimiliki oleh manusia mutlak diperlukan dalam pencapaian tujuan hukum yaitu keseim-bangan dan kesepadanan yang bersimbolkan keadilan
4) Habil (anak Adam As yang patuh kepada hukum) tampak dalam bentuk pengorbanan harta dan jiwanya untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Pengorbanan jiwa mencer-minkan tidak melakukan perlawanan kepada kakaknya. Sebab, bila ia melakukan perlawanan maka berlaku dalil hukum yang diungkapkan oleh Allah Saw:
اْلـقَـا تِـلُ وَاْلـمَـقْـتُـوْ لُ فِى الـنَّـا رِ
Orang yang membunuh dan dibunuh (berkelahi) keduanya berada dalam neraka. Hal itu, berarti nilai-nilai Deklarasi Malino bagi penduduk yang mendiami Propinsi Sulawesi Tengah akan terlaksana yang memulihkan kerukunan dan keamanan. Sebab, proses hukum bagi yang melakukan kejahatan akan menda-patkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

5) Dialog antara ayah dengan anaknya, antara generasi tua dengan generasi muda, antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara pemerintah dengan yang diperintah, dalam nuansa demokrasi yang transparan mencerminkan bentuk demokrasi yang dijiwai oleh masing-masing hati nurani yang tunduk kepada perintah Allah Swt. Selain itu, menunjukkan bahwa semua manusia dihadapan hukum sama kedu-dukannya. Karena itu, “orang tertentu” yang kebal hukum di negara republik Indonesia segera ditiadakan oleh negara dalam arti penerapan asas hukum yang biasa disebut opportunitas segera ditiadakan atau dibumi hanguskan karena bertentangan dengan hukum Allah Swt, yaitu hukum yang yang dibuat oleh Pencipta manusia
6) Dialog Nabiyullah Ibrahim dengan keluarganya (Ismail dan ST. Hajar) menggambarkan keberhasilan seorang kepala keluarga dalam menanamkan nilai-nilai agama kepada keluarganya sehingga patuh terhadap perintah orangtuanya dan sekaligus tercermin kepatuhannya kepada Allah Swt.
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Kesimpulan dari Dialog yang telah disebutkan, sepatutnya dibudayakan oleh penduduk yang mendiami negara republik Indonesia pada umumnya dan khususnya ummat Islam Indonesia termasuk yang mendiami Sulawesi Tengah, agar kita semua terhindar dari penyakit hati yang sangat berbahaya, sombong, tamak dan hasad. Rasulullah saw. bersabda: “Hati-hati lah kamu dari sifat sombong karena Iblis telah terdorong oleh kesom-bongannya sehingga tidak mau bersujud kepada Adam as, dan hati-hati lah kamu dari sifat tamak karena Adam telah terdorong oleh ketamakannya atas rayuan Iblis, sehingga ia memakan buah pohon terlarang, dan hati-hati lah kamu dari sifat hasad karena anak Adam terdorong oleh irihatinya atas kebiasaan syaithan sehingga membunuh saudara kandungnya.
Ketiga sifat (sombong, tamak, dan hasad) itu merupa-kan embrio (bibit) dari semua dosa dan pelanggaran yang telah terinjeksi ke dalam pikiran-pikiran dan perasaan insan muslim pada persaingan bebas tak terkendali dari nilai-nilai Ilahiyah. Medernisasi pasaran bebas nilai, menawarkan spekulasi nilai-nilai relegiusitas keagamaan dan kebudayaan yang bisa melun-turkan perekat keimanan ummat Islam, bila nafsu keserakahan tidak mampu dikendalikan oleh perilaku keimanan. Karena itu, Iklim dialog sangat diperlukan untuk memacu kreativitas, membangkitkan motivasi kerja dalam memasyarakatkan nilai-nilai hukum dan demokrasi yang dijiwai oleh keimanan.
اللَّهُ ا َكْـبَــرُ اللَّهُ اَكْـبَــرُ‎ اللَّهُ اَكْــبَــرْ وَ َلِلّـهِ اْلحَـمْـدُ
Dari peristiwa proses pendidikan yang dialami oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim as. Sangat lah sulit rasanya kita mengembangkan ide yang ada di kepala kita, jika di dalam diri setiap muslim masih terdapat sejumlah penyakit hati yang tidak mampu diobati oleh dokter ahli apapun, kecuali diri kita masing-masing dan Allah swt. Yang Maha Tahu. Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat hamba-hambaNya yang betul-betul mau bertaubat dengan taubat nashûhah.

Akhirnya, mari lah kita merenungkan kembali kepada peristiwa-peristiwa yang dilalui oleh Nabiy al-Lâh Ibrahim as, dan mengambil sebagai pelajaran untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum dan demokrasi yang dijiwai oleh nilai-nilai keimanan kita. Berdasarkan semua itu, dapat dipetik bahwa perjuangan untuk meningkatkan kualitas kesadaran hukum dan kesadaran demokrasi yang dijiwai oleh kesadaran keimanan yang kita miliki mesti melalui pengorbanan atau berqurban.
Marilah kita sejenak menundukkan kepala dan menghadapkan hati kita kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, semoga semua amal ibadah kita dapat mengangkat derajat kualitas kesadaran hukum dan demok-rasi yang dijiwai oleh nilai-nilai keimanan kita sehingga mencapai status “taqwa”, yaitu bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. amien.
Ya Allah, ya Tuhan kami ! kami memohon kepada Mu seperti yang dimohonkan oleh Nabiyullah Ibrahim dahulu ketika mengucapkan do’a.
Ya Allah Rabb al-‘Alamin ! jadikanlah negeri ini mampu melaksanakan “Deklarasi Malino” yang dapat mengakhiri pertikaian di antara hambaMu dan jauhkanlah kami dan keluarga kami dari golongan yang tidak mampu melaksana-kan hukum dan demokrasi yang Engkau ridhai
Wahai Tuhan kami ! Kami panjatkan puja dan syukur kehadiratMu, karena Engkaulah memberikan ketabahan dan kesabaran, kemampuan lahir-bathin, kepada kami dalam menja-lankan tugas, membangun persatuan dan kesatuan dalam mengisi kehidupan reformasi yang di dambakan oleh penduduk yang mendimi negeri ini. Semoga hasil reformasi itu tetap dalam keridhaanMu Ya Allah.
Allahumma Ya Allah, jadikanlah hati kami bersih dari sifat-sifat irihati dan dendam di antara sesama kami dan ikhlas saling memaafkan sesama manusia dari kesalahan sebagai realisasi kualitas keimanan kami. Jadikanlah putra-putri bangsa kami sebagai penerus cita-cita para pejuang syuhada yang telah mendahului kami menghadap kehadiratMu, dan berikanlah kami kemampuan lahir-bathin untuk menjadi khalifahMu di bumi ini.
Ya Allah, Ya Tuhan Kami; tingkatkanlah keimanan kami sebagai penerus dalam melaksanakan pembangunan “Otonomi Daerah” dan jadikanlah ketakwaan kami sebagai landasan pengabdian melalui tugas-tugas pembangunan dalam mempersiapkan masyarakat yang adil dalam kemak-muran dan makmur dalam keadilan.
Allahumma Ya Allah, Kiranya Engkau berkenan menerima do’a kami sebagaimana Engkau menerima do’a para Nabi dan RasulMu
اللَّهُمَّ اغـْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَا تِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، وَقَاضِيَ الْحَجَا تِ. اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهـْلَكَ الْكـُفَّارِ وَالْمُشْرِكـِيـْنَ. رَبـَّنَا تـَقـَبـَّلْ مِنَّا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ اَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّـهِ رَبِّ الْعلَمِيْنَ.
وَاَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّـهِ وَبَرَكَاتُهُ

MENUNTUT ILMU MERUPAKAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA

Prof Dr H Zainuddin Ali, MA

الـسَّـــلامُ عَـلَـيْـكُـمْ وَرَحْــمَــةُ اللــه وَبَـرَكَاتُـــه
اَلْحَمْدُ‎‎ِ‎للهِ الّذِى عـَلـّمَ بِاْلقـَلَمِ عـَلـّمَ اْلإ نْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ.اَشْهدُاَنْ لاِالَهَ اِّلاللهُ اْلوَا حدُا لـقَهّا رْ،وَاَشْهـَدُا َنَّ مُحَمَّدًاعـَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عـَلَى مُحَمَّدٍ وَعـَلَى آلِهِ وَاَصْحَا بِهِ اَجْمَعـِيْنَ.
أَمَّابَعْدُهُ ، فـَيَا عـِبَا دَ اللّـهِ اِتـَّقـُوا اللّـهَ حَقَّ تـُقـَاتـِهِ وَلاَتَمُوْتـُنَّ إِلاَّ وَاَنـْتـُمْ مُـسْلِمُوْنَ . قـال اللـه تَـعَـالَى فِى اْلـقُـرْ انِ اْلـكَـرِيْم. اَعُـوْذُ بِِـا اللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـانِ الرجيم. بِــسْـمِ اللَّهِ الـرَّحْمـَنِ الـرَّحـِيـمِ . . . يـَرْفَـعِ اللَّهُ الـَّذ ِيـنَ ا َمـَنـُوا مـِنـْكـُمْ وَالـَّذ ِيـنَ أُوتـُوا الـْعـِلـْمَ دَرَجَاتٍ... وََقا ل اَيـضًـا نَـبِىُ اللَّهُ مُحَمَّد صَلِّىاللَّه عَـلَـيْهِ وَسَلِّمْ اُطـْلـُبُ اْلـعِـلـْمُ وَلـَوْ بـِا لســِّيـْنِ. صَدَ قَ اللَّه ا ْلعَـظِـيْم وَ صَدَ ق َقَوْلَهُ مُحَمَّد رَسُولُ اللَّه صَلِّىاللَّه عَـلَـيْهِ وَسَلِّمْ
JAMA’H JUM’AT RAHIMAِِِِKUMULLAH
Pertama-tama, marilah kita bersama-sama memanjat-kan puja dan syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayahNya kepada kita sekalian sehingga kita datang menunaikan kewajiban kita yang juga merupakan kebutuhan primer dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia, yaitu shalat Jum’at. Demikian juga mari kita mengirimkan salam dan taslim kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW. sebagai Nabi yang terakhir diutus oleh Allah Swt untuk memberi petunjuk kepada ummat manusia.
JAMA’H JUM’AT YANG BERBAHAGIA
Judul khotbah kita hari ini adalah "Menuntut Ilmu pengetahuan Merupakan Kewajiban Asasi bagi setiap Manusia”. Alqur'an sebagai sumber pertama dan utama ajaran agama Islam mengandung perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan bagi setiap manusia. Hal itu menunjukkan bahwa menuntut ilmu pengetahuan merupakan kewajiban asasi bagi setiap manusia. Karena itu ayat Alqur'an yang pertama diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabiullah Muhammad saw. adalah yang berkaitan menuntut ilmu pengetahuan. Allah berfirman di dalam Alqur’an Surah Al-A’laq: 1-5 sebagai berikut.
اقـْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ - خَلَقَ الإِْنْسَانَ مِنْ عـَلَق ٍ - اقْـرَأْ وَرَبُّكَ الاْ َكْرَم - الَّذِي عَلَّمَ بِالْـقـَلَم ِ- عـَلَّمَ الإِْنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
ِArtinya:
Bacalah dengan nama Tuhan yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ! dan Tuhanmulah yang termulia. Yang mengajar dengan pena. Mengajar manusia apa yang ia tidak tahu.
Kata membaca, mengajar, dan pena pada ayat tersebut, dapat diketahui secara jelas antara hubungan kata-kata itu, yaitu erat sekali dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, terkandung pula rahasia penciptaan manusia, siapa yang menciptakannya dan dari apa ia diciptakan. Ilmu yang mendalam sekali. llmu tentang asal usul manusia dan dasar-dasar dari segala dasar.
Selanjutnya, ayat itu datang bukan dalam bentuk pernyataan, tetapi dalam bentuk perintah, tegasnya perintah bagi setiap manusia untuk mencari atau menuntut ilmu pengetahuan Perintah yang dimaksud oleh ayat Alqur'an di atas, diperjelas lagi oleh hadis Nabi Muhammad Saw. bahwa Ilmu pengetahuan itu dicari bukan hanya di masa kecil dan muda saja, melainkan sampai dengan di masa tua. Muhammad Rasulullah SAW bersabda:
اُطـْلـُبُ اْلـعـِلـْمُ مـِنَ اْلـَمهـْدِ ا ِلـَى الّلـْهـدِ
Artinya:
Tuntutlah ilmu pengetahuan: mulai dari masa diayun sampai ke masa akan masuk liang lahat.
Hadis tersebut mengandung konsep yang saat ini dianggap modern, yaitu pendidikan seumur hidup; pendi-dikan tidak harus berhenti di bangku sekolah tetapi dilanjut-kan walaupun sudah selesai dari studi formal. Jenjang pendidikan formal dalam menuntut Ilmu pengetahuan saat ini adalah S1, S2 dan S3 dan bukan hanya di tempat yang dekat melainkan kalau perlu orang mengembara ke tempat yang jauh. Hal itu sesuai hadis Rasulullah Saw.
اُطـْلـُبُ اْلـعِـلـْمُ وَلـَوْ بـِا لســِّيـْنِ
Artinya:
Tuntutlah ilmu pengetahuan walaupun tempat menuntut ilmu pengetahuan itu sejauh negeri Cina.
Di zaman Nabi Muhammad SAW pada permulaan abad ke VII Masehi negeri yang terjauh di kenal di Arabia adalah Cina tempat asal barang-barang mewah seperti kain sutera dan porselin yang diperdagangkan secara interna-sional antara Timur dengan Barat. Negeri Cina dikenal dengan kemajuan industrinya dan bukan sebagai negeri yang maju keagamaannya. Karena itu, ilmu yang dimaksud dalam hadis di atas bukanlah ilmu keagamaan tetapi ilmu keduniaan yang di dalamnya banyak menggunakan penalaran (akal pikiran).

JAMA’H JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Berdasarkan Firman Allah Swt dan Hadis Rasulullah di atas, maka dapat dipahami bahwa eksistensi manusia Indonesia yang dipersiapkan saat ini untuk menghadapi tantangan zaman yang silih berganti adalah manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang sesuai dengan ajaran agama. Nilai-nilai budaya yang baru hanya dapat dimiliki oleh bangsa Indonesia bila semua warga masyarakat termasuk penduduk yang mendiami wilayah Kabupaten Toli-Toli mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Karena itu, pendidikan dalam ajaran agama Islam merupakan modal dasar untuk mempertahankan eksistensi kehidupan manusia sesuai pertumbuhan dan perkembangan zaman yang silih berganti berdasarkan pola fikir manusia. Hal itu berdasarkan Firman Allah dalam Alqur’an surah Al-Isra: 36 yang berbunyi sebagai berikut.
وَلا َتـَقـْفُ مَا لـَيْسَ لَـكَ بِـهِ عـِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالـْبَصـَرَ وَالـْفـُؤَادَ كـُلُّ أ ُولَـئِكَ كَانَ عـَنْهُ مَسْئُولا ً
Artinya:
Janganlah kamu berhenti menuntut Ilmu pengetahuan apa saja yang kamu belum memiliki. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan penciuman akan dimintai oleh Allah pertanggungan jawab mengenai peng-gunaannya…



HADIRIN JAMAAH JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Perintah Allah tersebut merupakan dorongan bagi setiap warga negara yang beragama Islam agar berusaha menuntut Ilmu pengaetahuan. Sebab, hanya ilmu pengetahuan yang didasari oleh keimanan sehingga seseorang dapat mencapai atau memperoleh derajat yang tinggi. Hal itu, sesuai petunjuk Alqur’an yang menjelaskan sebagai berikut.

. . . يـَرْفَـعِ اللَّهُ الـَّذ ِيـنَ ا َمـَنـُوا مـِنـْكـُمْ وَالـَّذ ِيـنَ أُوتـُوا الـْعـِلـْمَ د َرَجَاتٍ ...
Artinya:
Allah mengangkat derajat orang-orang beriman yang berilmu pengetahuan beberapa derajat ….
Ayat tersebut menunjukkan kepada kita bahwa manusia beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya dari manusia beriman yang tidak berilmu pengetahuan. Manusia beriman dan berilmu pengetahuan lebih banyak manfaatnya terhadap sesamanya bila diban-dingkan dengan manusia beriman yang tidak mempunyai Ilmu pengetahuan Karena itu, perlu kita mengetahui dan memahami bahwa menuntut ilmu pengetahuan adalah kewajiban asasi, kewajiban mendasar bagi setiap manusia. Sebab, bila Pencipta manusia memberi perintah kepada ciptaannya berarti ciptaannya wajib mengikuti perintah dimaksud.

Selain itu, perlu diketahui dan dipahami bahwa implementasi hadis Nabiyullah mengenai tempat menuntut Ilmu pengetahuan di negeri Cina atau negeri yang jauh (meninggalkan orangtua, kerabat dan sebagainya) menun-jukkan bahwa yang demikian tidak ada tempat menuntut ilmu di negeri kita atau di wilayah Kabupaten Toli-Toli. Misalnya: disiplin ilmu atau program studi yang kita ingin pelajari adalah ilmu Kedokteran sehingga kita harus berang-kat ke Univ. Hasanuddin di Makassar atau ke Univ. Indonesia di Jakarta. Namun, bila disiplin Ilmu pengetahuan yang kita ingin kaji atau mendalaminya sebagai contoh dapat disebut misalnya: Ilmu Hukum, Ilmu Politik, Ilmu ekonomi, Perikanan, Pertanian, Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan maka tidak ada salahnya bila kita memilih tempat pendidikan itu di Universitas Madako di Toli-Toli. Sebab, Kurikulum pendidikan yang dipakai di Universitas Madako sama dengan di tempat lainnya. Adapun persoalan kepintaran bagi seorang mahasiswa atau sarjana biasanya amat ditentukan oleh yang bersangkutan termasuk cara-cara belajaranya. Namun yang paling penting adalah ilmu yang kita miliki adalah mendapat ridha dari Pemilik Ilmu, yaitu Allah SWT yang juga merupakan pencipta manusia.
HADIRIN JAMAAH JUM’AT YANG BERBAHAGIAN
Demikianlah Hutbah Jum’at yang sempat saya sampaikan pada kesempatan ini, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita sekalian dan marilah kita berdo’a kepada Pemilik Ilmu agar supaya selalu melapangkan dada dan fikiran kita untuk menuntut ilmu pengetahuan yang diridhai-Nya. Amien Ya Rabbal ‘Alamin.
بَا رَكَ اللّـهُ لِي وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْم وَنَـفَعْنِى وَاِيَّا كُمْ بِمَا فِـيْهِ مِنْ اآيَـاتِهِ وَالذِّ كْرِاْلحَا كِيْم اَقُوْلُ قَوْ لِي هَـذَا وَاسْـتَـغْـفِـرُالله لِى وَلَكُـْم فَـسْـتَـغْـفِـُرهُْ اِنَـهُ هُـوَا لغَـفُـْورٌ الـرَّحِـيْـم .




MEMBANGUN MASYARAKAT RELIGIUS
DI WILAYAH KABUPATEN TOLI-TOLI
DI ZAMAN REFORMASI

اَلْحَمْدُ‎‎ِ‎للهِ الّذِى عَلّمَ بِاْلقَلَمِ عَلّمَ اْلإ نْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ .اَشْهدُاَنْ لاِالَهَ اِّلاللهُ اْلوَا حدُالقَهّارْ ، وَاَشْهَدُاَنَّ محمدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، . اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْدُهُ، فَيَا عِبَادَ اللّـهِ اِتَّقُوا اللّـهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْن امّا بعد فيا معا شرا لمسلمين الخاضرون ، اتّقوالله حق تقاته اواتّقالله مستطعتم، فقال تعال فى القرا ن العظيم: ولوانّ اهل القرى امنوا واتّقوا لفتحنا عليهم بركت من السمآء والأ رض ولكن كذّبوا فأخذناهم بما كانوا يكسبون
HADIRIN JAMAAH JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Pada hari Jum’at ini, mari kita bersama-sama mendekatkan diri, menyatukan nurani kita dengan zat yang melindungi dan senantiasa membimbing hidup kita, yakni Allah swt. Selaku hamba Allah, upaya mendekatkan diri kepada Allah merupakan ikhtiar yang konsisten dengan ketakwaan yang selama ini kita bangun, juga merupakan wujud dari tasyakkur kita ke hadapan-Nya. Betapa banyak rahmat, nikmat, dan pertolongan, yang Allah berikan kepada kita setiap saat, baik disadari maupun tidak. Jika dikalkulasi, pasti kita tidak bisa menghitungnya. Karena itu, tidak ada jalan lain bagi kita selain harus mensyukuri realitas hidup ini dengan ketulusan dan kesadaran, bahwa semua ini telah menjadi kehendak-Nya (irâdatullah). Akan tetapi, harus diingat bahwa kenyataan yang ada sekarang ini, baik kenya-taan kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi, hukum maupun lainnya bukanlah kenyataan yang ideal, bukan kehendak akhir Allah swt. Sungguh masih teramat banyak kelemahan, kekurangan, dan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan di dalam menata dan menjalani tata aturan Allah swt. (syari’at) di dunia ini.
Tidak bisa diingkari bahwa kedzaliman, kemaksiatan, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, kerakusan, kesera-kahan, kecongkakan serta kemungkaran yang masih merajalela di tengah-tengah kehidupan kita. Aktor dari semua kejahatan itu mungkin saja adalah diri kita sendiri, dan mungkin juga orang lain. Sadar atau tidak, kita pun acapkali terlibat dan melakukan hal-hal tersebut. Mari kita renungkan protes malaikat, tatkala Allah swt. hendak menjadikan Adam AS sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.
Malaikat berkata, “Mengapa Engkau ya Allah, hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah: 30 sbb.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعـِلٌ فِي الأَْرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya:
Ingatlah ketika Tiuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” [QS. Al-Baqarah: 30]

Berdasarkan Firmah Allah tersebut, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib Jum’at meng-ingatkan diri sendiri dan mengajak kepada hadirin untuk melakukan refleksi, mawas diri, dan secara bersama-sama melakukan reformasi (perbaikan-perbaikan) dan trans-formasi (perubahan-perubahan) sosial ke arah yang lebih baik. Dalam bahasa agamanya, “menggalakkan amar ma’ruf dan nahî munkar”. Pada dimensi ini lah kiranya kita selalu dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kita, yakni takwa dalam arti yang sebenar-benarnya.
JAMAAH JUM’T RAHIMAKUMULLAH
Takwa yang sebenarnya, bukan hanya memihak pada kepentingan pribadi, seperti menjalani spiritual keagamaan secara khusyu’ dan istiqâmah, melainkan juga memfung-sikan diri kita sebagai pelaku perubahan sosial tadi. Kita harus ingat ayat dalam S. Al-Nahl: 90 yang berbunyi:
اِنَّ اللَّـهَ يَأْمُـرُبِاْلعَـدْلِ وَاْلإِحْـسَانِ وَإيْـتَاءِ ذِىاْلقُرْبَى وَيَنْهَى عَـنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرْ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذْ كُرُون.
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) menegakkan dan berjuang untuk keadilan, berbuat kebajikan, mendis- tribusikan kekuasaan dan kekayaan kepada sesama (kerabat). Allah melarang berbuat keji, membiarkan dan melindungi kemunkaran, dan menebarkan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil sebagai peringatan.” [S. Al-Nahl:90].
Demikian itulah sebagian dari perintah Allah yang secara tegas menggunakan kata ya’muru = memerintahkan. Isi ayat tadi, secara substantif adalah bagian yang tidak terpisahkan dari agenda kita untuk mewujudkan diri sebagai orang yang muttaqîn.
Berkenaan dengan ayat yang disebutkan terakhir tadi, kiranya kita perlu kembali lagi melihat misi yang dibawa oleh Nabyullah Muhammad SAW sejak kelahirannya 14 abad yang lalu. Tidak perlu diperdebatkan lagi, Agama Islam di dalam ajaran-ajarannya, identik dengan keadilan. Konsep sentral Islam selain tauhid adalah keadilan. Fakta menunjukkan bahwa Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal. Islam merupakan risalah yang agung bagi transfor-masi sosial, pembebasan, dan tantangan bagi kepentingan-kepentingan pribadi.
Semua ajaran Islam bermuara pada terwujudnya suatu kondisi kehidupan yang adil. Penekanan perintah yang banyak dinyatakan Alquran pada shalat (tauhid) dan zakat (keadilan) atau infaq misalnya, merupakan bukti yang tidak dapat dibantah atas misi tersebut. Dalam kebanyakan ayat Alquran, shalat tidak pernah disebut tanpa diiringi dengan zakat atau infaq. Sebagai contoh diungkapkan dua ayat di dalam Alqur’an: Surat Al-Baqarah: 277 dan Surat Al-Ra`d: 22.
.إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عـِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) bersedih hati (cemas).” [QS. Al-Baqarah: 277].

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Artinya:
Dan orang-orang yang sabar/tabah karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat (kampung) kesudahan (yang baik).” [QS. Al-Ra`d: 22].

Zakat sendiri, seperti digariskan Alquran yang kemudian diundangkan secara ilmu ketatanegaraan di Indonesia (UU No. 38 Tahun 1999, dimaksudkan untuk mendistribusikan kekayaan kepada fakir dan miskin, untuk membebaskan budak-budak agar mendapatkan kemerde-kaannya, melepaskan lilitan dan tindasan bagi mereka yang berhutang, dan memberikan kemudahan akselarasi bagi ibnu sabîl. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya:
Sesungguhnya shadakah-shadakah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[QS. Al-Taubah: 60].
HADIRIN JAMAAH JUM’AT YANG BERBAHAGIA
Selain itu, zakat merupakan potensi ekonomi atau pintu pemasukan modal (entry point) bagi umat Islam, bila benar-benar hendak menegakkan amanat kekhalifahan dalam mewujudkan keadilan dalam kehidupan sosial. Di dalam ajaran zakat misalnya: Islam bukan saja telah menun-jukkan keterlibatannya yang bulat pada tata kehidupan masyarakat manusia yang sehat, adil, dan demokratis, tetapi sekaligus mencanangkan perekat kekuatan dalam kelemba-gaannya. Bukan sekedar itu, kehadiran Nabi Muhammad saw. sendiri membawa misi profetik, misi yang membe-baskan masyarakat dari berbagai sistem dan struktur yang melestarikan ketidakadilan.
Kita tahu masyarakat Arab ketika itu memang dikenal dengan sebutan jahiliyah. Bukan karena jahil dalam pengelolaan dan tataniaga kekayaan, melainkan pada nilai keadilan dari wujud kekayaan yang mereka miliki. Karena itu, maka langkah-langkah Nabi Muhammad saw. dengan ajaran-ajarannya itu dirasakan sebagai hal baru yang sangat revolusioner. Bagi masyarakat bisnis kota Mekah yang merasa kepentingannya terancam, mereka melakukan perlawanan kepada Nabi Muhammad saw. Begitulah yang dihadapi oleh Nabi Muammad saw. pada masanya.
Nabyullah Muhammad saw. dalam sejarah Mekah, ia sebagai orang pertama yang memikirkan proses perubahan yang terjadi secara serius. Ia sekaligus menjadi pemimpin terkemuka yang mampu mengartikulasikan teori yang sistematis dan masuk akal untuk memajukan masyarakat Mekah, baik pada tataran spiritualitas maupun teknis-pragmatis. Mesti begitu, visi dan pemikiran nabi dalam mengembangkan ajaran-ajarannya tidak semata-mata diten-tukan oleh situasi Mekah saja. Ajaran-ajarannya yang diekspresikan dalam idiom-idiom religio-spiritual, sangatlah universal. Bahkan, dalam pelaksanaannya menimbulkan restrukturisasi masyarakat secara radikal.

Nabi Muhammad saw. memang patut dinobatkan sebagai seorang revolusioner, baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Ia bekerja demi perubahan radikal dalam struktur masyarakat pada masanya. Dengan inspirasi dan bimbingan wahyu ilâhiyah, menurut formulasi teologis, ia mengajukan sebuah alternatif tatanan sosial yang adil dan tidak eksploitatif, serta menentang penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Alquran yang dibawanya, mengutuk orang-orang yang menimbun kekayaan, tidak menafkah-kannya di jalan Allah, serta meminta Nabi untuk memperingatkan mereka, bahwa hukuman yang berat menanti mereka. Ayat yang dimaksud secara tegas diutarakan:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأَْحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Artinya:
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) sikasa yang pedih.”[QS. Al-Taubah: 34].

Melihat struktur ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ketika itu, maka satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang lemah dan tertindas adalah memberi tanggung jawab kepada orang-orang kaya untuk membagikan kelebihan kekayaannya di jalan Allah, baik lewat zakat yang wajib hukumnya, maupun lewat jalur infaq, sedekah, maupun hibah. Itulah yang ditempuh oleh ajaran Islam dalam pemecahan problem ekonomi kerakyatannya. Itu pulalah wujud teologi pembe-basan dalam Islam. Teologi semacam itu agaknya menis-cayakan untuk dijadikan alternatif pada masa sekarang.
JAMAAH JUM’T RAHIMAKUMULLAH
Konsep penting lain dalam Islam adalah jihad, yang secara harfiyah berarti berjuang. Konsep ini juga perlu ditafsirkan dalam konteks teologi pembebasan. Dalam konteks ini, jihad mempunyai makna sebagaimana yang digariskan Alquran sebagai perjuangan untuk menghapuskan eksploitasi, penindasan, kedzaliman, ketidakadilan, serta dalam berbagai bentuknya. Perjuangan ini harus terus menerus diupayakan hingga pengaruh destruktif ini hilang sama sekali dari muka bumi. Dengan demikian jelas, Allah SWT menghendaki orang yang beriman agar berjuang secara total sehingga penindasan di muka bumi berhenti. Termasuk di dalam ajarannya adalah menuntut Ilmu pengetahuan. Seluruh ayat-ayat Alquran memang berse-mangatkan pembebasan manusia dari ekploitasi dan penindasan. Teologi pembebasan dalam Islam memang mendapatkan kekuatannya dari ajaran-ajaran Alquran yang demikian. Sebagai contoh dalam Surat Al-Maidah, ayat 8 yang artinya: “Hai Orang-orang yang beriman, jadilah orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kelompok mendorong kamu untuk berprilaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Memberitahukan apa yang kamu perbuat.”[QS. Al-Mâidah: 8].
Jadi, keadilan merupakan kepentingan utama bagi teologi pembebasan Islam. Namun, manusia tidak akan mampu mencapainya bila mengabaikan Ilmu pengetahuan yang didasari oleh nilai-nilai keimanan. Teologi pembebasan berusaha menekankan kembali titik perhatian Islam yang paling essensial, yakni keadilan sosial dengan prioritas utama kelompok-kelompok lemah dan massa tertindas, pembentukan kembali masyarakat yang bebas dari kepen-tingan-kepentingan primordialistik.
Muaranya, teologi pembebasan mengarahkan pada terciptanya ‘masyarakat tanpa kelas’ dan ‘masyarakat religius’ yang menjadi tujuan sejati dari ‘masyarakat tauhid’. Karena itu, barangkali kita perlu mendengar upaya Ashgar Ali Engineer, seorang teolog pembebasan Islam dari India, tatkala merevisi konsep kafir dan mukmin yang meng-kaitkannya dengan missi profetis dan emansipatoris yang menjadi ruh Islam tadi. Kafir yang sesungguhnya menurut dia, adalah: “... orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kedzaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan dalam masyarakat ...”
Dengan demikian, bagi Ali Engineer, seseorang disebut mukmin sejati bukanah sekedar percaya kepada Allah, melainkan juga harus berjuang menegakkan keadilan, melawan kedzaliman dan penindasan atau membebaskan rakyat dari kebodohan. Dari sisi lain, dapat difahami bahwa: jika ia tidak berjuang menegakkan keadilan dan melawan kedzaliman serta penindasan, apalagi justeru mendukung sistem dan struktur masyarakat yang tidak adil, walaupun ia tetap percaya kepada Allah, dalam pandangan Ali Engineer, ia masih tergolong kafir. Ali Engineer juga mengatakan: “Orang kafir yang sesungguhnya adalah orang yang arogan (mustakbirîn) dan penguasa yang menindas, merampas, melakukan perbuatan-perbuatan salah, dan tidak menegak-kan yang ma’ruf, tetapi sebaliknya membela yang munkar.” Demikian juga sebaliknya: “Orang mukmin sejati bukan mereka yang hanya mengucapkan syahadat, melainkan juga dipersyaratkan melakukan perjuangan menegakkan keadilan bagi mereka yang tertindas dan lemah (mus-tadh’afîn), yang tidak pernah menyalahgunakan posisi kekuasaan mereka atau menindas orang lain atau merampas tenaga orang lain, yang menegakkan kebaikan dan menolak kejahatan.”

JAMAAH JUM’T RAHIMAKUMULLAH
Pada sisi lain, tidak dapat disangkal bahwa Islam yang kita terima ini adalah ‘Islam historis’, yaitu Islam yang menjelma melalui proses pergulatan sejarah manusia dalam segala dimensinya, sejak diturunkannya hingga hari ini di Indonesia. Penyebutan ‘Islam historis’ di sini, semata-mata untuk membedakan dengan Islam yang ‘suci’, yang tumbuh dan berkembang pada masa Rasulullah saw, terutama tatkala merespons realitas sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang berkembang, selalu dikendalikan dan dibimbing oleh wahyu Allah swt. Karena itu, periode Nabi diyakini sebagai periode Islam yang ideal, tak ada cela, kesalahan, apalagi sekedar kekeliruan. Periode ini juga yang senantiasa dijadikan bahan refleksi dan sumber ke-Islaman untuk masa-masa berikut-nya. Bukan hanya Alquran yang ditetapkan sebagai sumber dari segala sumber, Sunnah Nabi pun harus menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Islam. Dalam doktrin Islam, Al-Sunnah ditempatkan sebagai sumber kedua setelah Alquran. Islam historis, memang kaya dengan khazanah peradaban, kebudayaan, tradisi, imajinasi, dan segala hal, sehingga ada yang menggunakan kata ‘Islam’ sebagai label dan identitasnya, seperti negara Islam, politik Islam, budaya Islam, ekonomi Islam dan seterusnya, bahkan sebagian lainnya tanpa menggunakan nisbah apapun.
Kita meyakini, Islam adalah agama wahyu, karena itu, ia hanya bersumberkan pada Alquran dan Al-Sunnah. Sunnah dijadikan sumber karena diyakini bahwa jatidiri Muhammad saw. personifikasi dari wahyu juga, yang mampu menjelaskan Alquran secara benar dalam tataran realitas historis. Sehingga, bagi kita tidak ragu lagi Alquran dan penjelasannya, Al-Sunnah adalah monodualisme sumber Islam untuk segala ruang dan waktu.
Namun, perlu diingat bahwa keberadaan Nabi Muhammad saw. selaku personifikasi wahyu berada dalam ruang dan waktu tertentu. Beliau hidup, membentuk dan membangun ajaran-ajarannya setelah berinteraksi dengan kondisi, kultur, tradisi, politik, karakter alam masyarakat Arab yang sangat partikuristik. Sementara Alquran sebagai sistem nilai yang dijelaskan bersifat universal, lintas ruang dan waktu. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Islam dibangun di atas dasar; dialektika doktrin (wahyu) yang universal dengan tradisi (realitas) yang partikular; nilai transendental dengan nilai imanental; kehendak Allah swt. dengan kebutuhan manusia. Dari sini kita bisa fahami bahwa: (1) Alquran dan Al-Sunnah merupakan sumber yang hidup, dinamis, dan siap untuk berinteraksi secara lintas ruang dan waktu, (2) Alquran dan Al-Sunnah perjalanan hidup Rasulullah saw. merupakan sinema kehidupan masa depan sepanjang zaman, yang harus dijadikan panutan bagi kehidupan sesudahnya, dan (3) memahami Alquran dan Al-Sunnah secara total, baik sebagai mashâdir (sumber) maupun manâhij (metodologi) Islam, tidak dapat mengabai-kan pemahaman antropologi, sosiologi, psikologi, dan semacamnya dari kehidupan Rasulullah saw.; karena kehidupan Rasulullah saw. adalah eksperimentasi sejarah manusia yang ideal sebagai khairan ummah.
JAMAAH JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Sejumlah gagasan Alqur’an yang dapat menyelamat-kan manusia yang di uraikan di atas, tidak mungkin terwujud tanpa melaksanakan kewajiban asasi sebagai manusia, yaitu menuntut Ilmu pengetahuan. Sebab, hanya ilmu pengetahuanlah yang berasaskan keimanan yang dapat mengantar manusia menuju kebahagiaan baik kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak, Insya Allah.
Akhirnya, marilah kita koreksi kelemahan dan kekurangan diri kita sendiri, kemudian berupaya merefor-masinya secara sungguh-sungguh menuju jalan yang terbaik, jalan yang diridhahi oleh Allah swt, seraya memohon ampun dan petunjuk kepada-Nya.

اقول قولى هذا واستغفرالله العظيم لي ولكم ولوالديّ والوالديكم ولجميع المسلمين والمسلما ت والمؤمنين والمؤمنات فستغفروه انّه خوالغفور الرحيم









ALQUR'AN DAN KEBAHAGIAAN MANUSIA

اَلْحَمْدُ‎‎ِلُلّهِ حمدًا كثيرًا‎‎ كماامرْ'‎ فنتهوا‎ عما نهى عنه وَحذّر' اَشْهدُاَنْ لااله اِلالله اْلوَا حدالقَهّارْ' وَاَشْهَدُاَنَّ محمدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سيّدُاْلا بْرَارْ، اَلّلهُمَّ صلّ وَسَلّمْ على سيّدنا محمد وعلى اله وصحبه ومن تبع هداه الىيوم المحشر، امّا بعد فيا معا شرا لمسلمين الخاضرون ، اتّقوالله حق تقاته اواتّقالله مستطعتم، فقال تعال فى القرا ن العظيم: ولوانّ اهل القرى امنوا واتّقوا لفتحنا عليهم بركت من السمآء والأ رض ولكن كذّبوا فأخذناهم بما كانوا يكسبون )الاعرف)

Artinya:
Seandainya penduduk suatu negeri benar-benar beriman dan bertaqwa, maka akan kami limpahkan Berkah (rezki) dari langit dan bumi; tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami maka kami siksa mereka karena perbuatan tangan mereka sendiri.

JAMA’AH JUM’AT RAHIMAKUMULLAH

Saya selaku khatib pada hari ini, menjadikan Alqur’an surah al-A‘raf: 96 sebagai dasar pemikiran untuk merenung, menghayati, yang kemudian mengamalkan pesan dalam bentuk perintah dan menjauhi pesan dalam bentuk larangan di dalam Alqur’an. Pesan dimaksud dalam ayat tersebut, dapat diketahui dan dipahami, yang kemudian diamalkan, yaitu: manusia yang ingin mencapai kebahagiaan hidup (dunia dan akhirat) berarti mengamalkan perintah Allah di dalam Alqur’an sebagai cahaya yang terang dalam menjalani kehidupan sehingga mengetahui jalan yang baik menuju kebahagiaan. Sebaliknya, manusia yang ingin men-capai kebahagiaan hidup tetapi membelakangi petunjuk Alqur’an dan Alhadist sehingga gelap dalam perjalanan kehidupannya, yang kemudian terperosot di dalam kehidup-an (dunia dan akhirat) yang sengsara.
HADIRIN JAMAAH JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Masyarakat muslim yang mendiami wilayah Sula-wesi Tengah termasuk penduduk Kabupaten Toli-Toli, sudah mengetahui, bahwa ada 2 (dua) bencana menimpah daerah ini, yaitu: (1) 3 (tiga) kali kerusuhan (1998 dan 2000) di poso, dan (2) Gempa bumi di kepulauan Banggai. Kedua bencana ini, bila dihubungkan ayat tersebut, dapat berarti bencana itu terjadi karena adanya ulah tangan-tangan (perilaku) manusia.
Bencana pertama dimaksud, bila dikaji akan ditemukan bahwa penyebab utama kerusuhan itu adalah pelanggaran hak-hak Allah (manusia meminum minuman yang mema-bukkan (bir Bintang, minuman Cap Tikus, dan sebagainya) yang bertautan hak manusia. Namun, hak yang dominan adalah hak Allah sesuai Firmannya dalam Alqur’an surah Al-Maidah/5: 90.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَْنْصَابُ وَالأَْزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya mi-numan khmar (minuman yang memabukkan), berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaithan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.

Bencana kedua, Sulit diprediksi penyebabnya. Namun perlu diungkapkan bahwa di Banggai kepulauan terdapat paham atau aliran bila dilihat dari aspek aqidah, syari’ah, dan akhlak dapat disebut membelakangi cahaya Islam. Sebab, mereka mempunyai dua kalimat syahadat, yaitu:
اشهدان لااله الاالله واشهدانّ عليا امام الله1)
Artinya:
Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa sanya Aliyyan adalah Imamullah.2)

Ajaran tersebut, berdasarkan penyelidikan Muspida tahun 80-an sampai 90-an adalah menyalahi Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak bagi orang Islam, sehingga H. Aliyyan bersama beberapa orang pengikutnya berkali-kali masuk rumah tahanan dan/ atau Lembaga pemasyarakatan. Namun demikian, Ketua MUI Kab. Luwuk Banggai mengung-kapkan bahwa kelompok (aliran) H. Aliyyan mempunyai kalimat Syahadat dalam dua bentuk, yaitu ada yang berlaku khusus (kelompoknya) dan ada yang berlaku umum3 . Syahadat yang dimaksud di atas, merupakan keberlakuan khusus bagi pengikutnya.
JAMAAH JUMA’AT YANG BERBAHAGIAN
Akhirnya, marilah kita mengoreksi perilaku kita mengenai aqidah, syari’ah, dan akhlak yang kita amalkan selama ini sehingga kita menjadikan Alqur’an dan Alhadist sebagai pedoman dan rambu-rambu dalam kehidupan kita dalam mencapai ridha oleh Allah Swt. Amien Ya Rabbal ‘alamin.
اقول قولى هذا واستغفرالله العظيم لي ولكم ولوالديّ والوالديكم ولجميع المسلمين والمسلما ت والمؤمنين والمؤمنات فستغفروه انّه خوالغفور الرحيم

















Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لله رَبِّ اْلعَا لَمِيْن وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلىَ اُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْن. اَشْهدُاَنْ لاِالَهَ اِّلاللهُ وَاَشْهَدُاَنَّ محمدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلّلهُمَّ صلّ وَسَلّمْ وَبَارِك عـَلَى مُحَمَّد وَعَـلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تبعَ هُدَاهُ اِلَىيَوْمِ الدين .فَقَا لَ َتَعلىَ فِىاْلقُرْآنِ اْلعَظِيْم انّ الله وَمَلَئِكَتَهُ يُصَلّوْنَ عـَلَى الّنِبى. يَا اَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا صَلّوْا عـَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا. اللَّهُمَّ اغـْفـِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعـْوَاتِ، وَقَاضِيَ الْحَجَاتِ. اَللَّهُمَّ أَعـِزَّ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلَكَ الْكُفَّارِ وَالْمُشْرِكِيْنَ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعـَلِيْمُ. رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عـَذَابَ النَّارِ.
عِـبَادَ اللَّـهَ اِنَّ اللَّـهَ يَأْمُـرُبِاْلعَـدْلِ وَاْلإِحْـسَانِ وَإيْـتَاءِ ذِىاْلقُرْبَى وَيَنْهَى عَـنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرْ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذْ كُرُون. فَاذْكُـرُوْالله اْلـعَـظِـيْـمَ يَـذْ كُرُكُـمْ وَسْـئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُـعْـطِـكُمْ وَلِـذِ كْرُ اللَّـهِ أَ كْـبَرْ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّـهِ وَبَرَكَاتُهُ

ETIKA PERGAULAN DALAM AJARAN ISLAM

Oleh: K.H. S. Saggaf M. Al-Djufrie, MA
A. Pendahuluan
Islam sebagai agama menuntun pemeluknya untuk menjadikan Alqur’an dan Alhadis sebagai pedoman hidupnya. Pedoman hidup dimaksud, menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan sesama ciptaan Allah Swt.
B. Etika Pergaulan dalam Ajaran Islam
Etika pergaulan di dalam ajaran Islam, baik yang berhubungan dengan kehidupan sosial maupun yang berhubungan dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan akan diuraikan hal-hal tertentu di antaranya:
1. Etika pergaulan bagi wanita
Wanita Islam tidak dibenarkan oleh ajaran Islam untuk bergaul bebas dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, baik lelaki muslim maupun lelaki non muslim. Bahkan lebih rawan lagi kalau ia bergaul dengan seorang non muslim yang tidak mengenal etika pergaulan yang sesuai ajaran agama Islam. Pergaulan./persahabatan antara dua jenis kelamin, terutama mereka yang belum menikah, dapat dipastikan akan membawa akibat dan dampak hukum yang negatif. Karena itu Nabi Muhammad Saw bersabda:
لايخلو ن احد كم بامرأ ة الامع ذي محرم (متفق عليه)
Artinya:
Janganlah sekali-kali seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali bersama seorang mahramya (keluarga dekat) HR. Bukhari dan Muslim.
Hadis tersebut merupakan salah satu penjelasan dari Alqur’an mengenai mendekati zina. Mendekati zina dimaksud, berkhalwah itulah antara lain yang dimaksud oleh Alqur’an surah Al-Israa: 32 sebagai berikut.

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً (32)
Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah sesuatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.
2. Laki-laki menyerupai perempuan
Saat ini di Indonesia termasuk Sulawesi Tengah, yaitu banyak laki-laki memakai pakain perempuan, seperti memakai anting-anting dan kalung (rantai), sedang perempuan memakai pakaian laki-laki seperti pakaian celana levis yang modelnya sangat sempit dan pakai baju kemeja atau kaos, yang kemudian baju itu dimasukkan dalam ikat pinggang sebagai layaknya laki-laki. Guntingan rambut juga persis model laki-laki. Perilaku yang demikian merupakan salah satu wujud dampak negatif dari budaya barat yang sedang digandrungi oleh sebagian masyarakat Indonesia, sebagai akibat dan konsekuensi arus global-isasi yang sedang melanda negara Republik Indonesia saat ini. Inkulturasi dan infiltrasi kebudayaan barat dan perembesan nilai-nilai negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur universal yang tidak sesuai dengan budaya bangsa dan kaidah-kaidah Agama akan bermuarah kepada lemahnya ketahanan nasional bangsa Indonesia. Namun sampai sejauh ini masih belum disadari oleh sebagian ummat Islam yang begitu antusias menerima segala budaya asing yang ditiupkan oleh orang Barat dan tidak sesuai dengan budaya (kultur) bangsa dan ajaran Islam. Karena itu, ummat Islam sebaiknya jangan asal ikut-ikutan. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda:
مـن تـشـبـه بـقـوم فهـو مـنهـم .
Artinya:
Bahwa barang siapa yang mengikuti dan meniru sesuatu kaum maka ia merupakan golongan dari mereka (kaum itu).
Dalam hal dimaksud, bukan berarti ummat Islam menutup pintu terhadap semua bentuk budaya yang datang dari Barat. Hal-hal yang bermanfaat patut diteladani dan diikuti, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai ummat yang berusaha tegak lurus di jalan Allah Swt dan Sunnah Rasulullah Saw, kita dituntut untuk semakin meningkatkan taqwa dan semakin selektif terhadap semua yang datang dari luar Islam. Hal itu berarti ummat Islam harus mengkaji dan merenungkan mengenai perilaku yang sesuai keyakinannya atau malah bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agamanya. Berikut ini kami nukilkan beberapa sabda Nabi Muhammad Saw yang berkaitan dengan pertanyaan di atas yang dapat dijadikan pedoman oleh ummat Islam.
عـن ا بـن عـباس رضي الله عـنهـما قال: لـعـن رسو ل الله (ص) الـمخـنـثـيـن مـن الـرجـال والـمـتـر جـلا ت مـن الـنـسـاء .وفى روا يـة
Artinya:
Ibnu Abbas r.a. berkata: Rasulullah Saw melaknat orang laki-laki yang berlagak sebagai perempuan, dan perempuan yang berlagak meniru laki-laki.
Dalam riwayat lain:
لـعـن رسـول الله (ص) الـمـتـسـبـهـيـن مـنالـرجـا ل بالـنـساء والمـتـسـبـهـا ت من الـنسـاء با لـرجـا ل (رواه الـبخـاري)
Artinya:
Rasulullah Saw melaknat orang laki-laki yang meniru perempuan dan orang perempuan yang meniru laki-laki . (H.R. Bukhari).
Para ulama menjelaskan bahwa tidak patut dilaknat (dikutuk) kecuali orang-orang yang melakukan dosa besar. Oleh karena itu perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dosa besar (kabaair). Karena itu, bila diteliti dan dicermati, maka hadits tersebut pada perinsipnya menjaga sifat kelaki-lakian (maskulin) atau (rujulah) pada setiap laki-laki dan sifat kewanitaan (feminim) tetap yang dimiliki oleh wanita. Jangan sampai pakaian, perhiasan dan tingkah laku dapat meng-geser sifat kelaki-lakian menjadi kewanita-wanitaan dan sebagainya.
3. Lelaki Memakai Cincin Emas
Menurut jumhur ulama, memakai cincin yang terbuat dari emas murni haram hukumnya bagi kaum laki-laki . Pendapat mereka itu berdasarka hadis-hadis yang shahih. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas:
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال رأى رسول الله (ص) في يد رجل جا تما من ذهب فنزعه وطرحه وقال: يعمد احد كم الى جمرة من نار فجعلهافى يده. فقيل للر جلبعدما ذهب رسو للله (ص) خذ خا تمك انتفع به فقال: لا والله لاا خذه وقد ترحه رسو ل الله (ص) (اخرجه مسلم)
Artinya:
Bahwa Rasululllah Saw, melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, lalu beliau mencabutnya dan melemparkannya sembari berkata: bahwa apa yang dipakainya itu hakikatnya adalah barah api ditangannya” setelah Rasu-lullah pergi seorang berkata kepadanya orang tersebut: Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah dia orang tersebut menjawab: tidak, demi Allah aku tidak akan mengambilnya karena Rasulullah telah melemparkannya.
لعن رسو ل الله (ص) المتشبهين من الرجال با لنساء والمتشبهات من لنساء بالرجال
Artinya:
Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang menyerupai kaum perempuan (dalam sikap tingkah laku, dan berpakaian). Sebaliknya Allah juga mengutuk kaum perempuan yang menyerupai kaum laki-laki.’’ H.R. bukhari. Hadits lain menyebutkan, bahwa Rasulullah Saw. melaknat laki-laki yang memakai pakaian perem-puan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.
2) Mencium tangan kedua orang tua (ayah bunda), guru, dan orang-orang yang shaleh, termasuk tata krama dan sikap yang terpuji. Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadhus shalihin” pada bab istihbaal nushafahah” halaman 398, menyatakan bahwa mencium tangan orang yang shaleh (taqwa) hukumnya sunnah. Pendapat tersebut dikuatkan oleh beberapa hadits dalam kitab tersebut di atas.
4. Status Hukum Menutup Aurat.
Salah satu hal yang sangat memprihatinkan bagi ummat Islam, yaitu ada sementara dari ummat Islam yang meragukan kepastian hukum dari masalah-masalah yang berstatus (masail Qath’iyyah) yang dalilnya jelas dan pasti (Sharieh/qath’ie) yang disepakati oleh seluruh ulama tidak terkecuali mengenai tutup aurat. Hal dimaksud, barangkali gejala dari apa yang dikatakan sebagai pendangkalan dalam memahami ajaran-ajaran Islam yang diupayakan oleh kaum orientalis untuk mengacau-balaukan ummat Islam. Hal ini salah satu hal yang negatif dari kaum orientalis terhadap Islam dan ummatnya.
Ayat-ayat Al-qur’an mewajibkan hijab/tutup kepala dan tubuh bagi wanita, tetapi tetap saja ada di antara orang Islam tidak memahaminya. Hal seperti ini bagaikan pertanyaan orang yang buta mengingkari matahari di siang bolong dan bulan purnama di malam hari, dengan alasan bahwa ia tidak pernah melihatnya. Apa yang dimaksudkan di atas (tutup aurat) terdapat dalam Alqur’an surat An-Nur: 31 sebagai berikut.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفـَظـْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُـبْد ِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاّ مَا ظَهَـرَ مـِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عـَلَى جُيُوبِهِنَّ . . . .
Artinya:
Dan katakanlah kepada wanita yang beriman hendak-lah mereka menahan pandangannya dan memelihara/ menjaga kehormatan (kemaluannya) dan janganlah mereka menam-pakkan/memamerkan perhiasan mereka, kecuali apa yang biasa kelihatan saja, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung/ selendang mereka di atas lubang baju mereka (leher/dada/mereka).
Pada ayat tersebut dengan terang dan jelas Allah Swt memerintahkan kepada wanita yang beriman untuk memakai khimar atau kerudung penutup kepala wanita, bahkan sekaligus menutupkannya ke pundak dan leher, karena kata “juyub” sebagai plural atau jamak dari “jaib” berarti lubang leher baju wanita.
Untuk melengkapi uraian di atas kami cantumkan sebuah hadits yang menyatakan bahwa Nabi telah memerin-tahkan agar wanita-wanita yang telah baligh menutup aurat mereka. Sebuah hadis yang diterangkan oleh Sitti Aisyah r.a. yang artinya:
“Diterima dari Aisyah r.a. ia berkata: Sesungguhnya Asma binti Abi Bakar r.a. masuk menemui Nabi Saw, sedang ia memakai pakaian yang amat tipis (tembus pandang) maka Nabi memalingkan mukanya dari padanya sambil berkata:” Hai Asma, seorang wanita bila telah masa haidnya (sudah baligh), tidaklah pantas dilihat dari padanya selain dari pada ini dan ini, “ujar Rasulullah sembari melihat (menunjuk) kepada muka dan kedua telapak tangannya.
Hadis tersebut, berarti wanita itu harus menutup auratnya di mana saja ia berada, kecuali kepada para muhrimnya sebagaimana tercantum dalam surat An-Nur ayat 31. Karena itu, Kata “khumur” sebagaimana tercantum dalam surat An-Nur ayat 31 itu adalah jamak dari “khimar”. Khimar ialah selendang atau sejenisnya yang menutupi rambut wanita dan ditutupkannya juga sampai keleher dan pundaknya.
5. Ucapan Salam dalam Islam
Perlu diketahui bahwa ucapan salam yang telah baku dalam Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ialah “Assaalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh”, kalau mau disingkat minimal “Assalamu Alaikum”. Ucapan salam ini hanya berlaku di kalangan ummat Islam. Yang dipergunakan untuk setiap saat, setiap waktu dan tidak perlu merubah kalimat atau redaksinya, baik yang disalami seorang atau lebih dari seorang, baik lelaki maupun wanita. Nabi Muhammad mengajarkan dan menganjurkan kepada ummatnya untuk menyalami (mengucapkan salam) kepada setiap orang (muslim) baik yang kita kenal maupun yang kita tidak kenal. Bahkan Nabi Muhammad telah menunjukan keteladanan yang baik kepada ummatnya dalam menyebarluaskan sampai beliau mengucapkan salam kepada anak-anak sekalipun. Karena itu, membalas salam (penghormatan) hukumnya wajib berdasarkan Alqur’an surah An-Nisa: 86 sebagai berikut.
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا(86)
Artinya:
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan serupa). Baik yang menyalami itu lelaki maupun wanita muslim atau non muslim dengan ketentuan ketentuan khusus bagi yang non muslim. . . .
6. Kalung Emas Untuk Tabungan
Para ulama (jumhur ulama) menyatakan bahwa memakai cincin, kalung dan sebagainya yang terbuat dari emas ‘murni’ hukumnya haram bagi laki-laki, apapun alasan dan dalih untuk memakainya. Dasar Hukumnya adalah hadits riwayat muslim dan lain-lain, dari Ali bin Abi Thalib:
عـن عـلي :نهى رسول الله (ص) عـن الـتـخـتـم بالـذهـب
Artinya:
Sesungguhnya Nabi melarang kaum lelaki memakai cincin yang terbuat dari emas”.
Hadits riwayat Ahmad, Nasai dan Turmidzi dari Abu Musa:
عـن ابى موس الأشعري رضى الله عـنه ان رسول الله (ص) قال: حرم لباس الحرير والذهب عـلى زكورامتي وأحل لانا ثهم. (رواه الترمذي)
Artinya:
Sesungguhnya Nabi telah bersabda: Telah diharamkan memakai sutera dan emas kepada kaum laki-laki dari ummatku dan dihalalkan kepada kaum wanitanya.
Hadis Riwayat Muslim dari Ibnu Abbas:
عـن ابن عـباس رض الله عـنهما قال: رأى رسول الله (ص) فى يد رجل خاتما من ذهب فـتر عه وطرحه وقال: يعمد احد كم إلى جمرة من نا ر فيجعلها فىيده. فقيل للرجل بعد ما ذهب رسول الله (ص) خذخا تمك انقعو به فقال: لاوالله لا اخذه وقد طرحه رسول الله (ص) (اخرجه مسلم)
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas ia berkata bahwa: Rasulullah melihat dijari tangan seorang lelaki sebentuk cincin emas: Beliau segera mencabutnya dan melemparkannya, seraya berkata: Bahwa orang yang memakai cincin emas itu sama halnya dengan orang memegang/menggenggam barah api ditangannya. Setelah Rasulullah pergi, seorang berkata kepada orang tersebut, ambillah cincinmu dan manfaatkanlah, orang terse-but menjawab: tidak, demi Allah, aku tidak akan mengam-bilnya sebab Rasulullah telah melemparkannya.
7. Baca Doa Selamat Di Rumah Non Muslim
Pada prinsipnya orang Islam (muslim) tidak dilarang oleh Allah Swt untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang non muslim (bukan Islam) yang bersahabat dan tidak memusuhi orang Islam, yang dalam istilah hukum dinamakan “kafir Dzimmi” bukan “bukan kafir Harbi”
Allah berfirman dalam Alqur’an surah Al-Mumtahanah: 8
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berklaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(Q.S Almumtahanah ayat 8).
Menurut hemat penulis, bila ada tetangga yang non muslim dan ia adalah orang baik yang mengundang untuk membaca doa selamat, maka tidak ada salahnya untuk dipenuhi undangannya dengan nawaitu (niat) agar ia mendapat hidayah dari Allah dan selamat masuk Islam. Mungkin dengan sikap toleran dan bersahabat itu, ia akan lebih dekat dengan kita dan tertarik untuk memeluk agama Islam .
8. Operasi Mengganti Jenis Kelamin
Ilmu kodekteran yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi serba canggih saat ini dapat mengubah segala sesuatu dari kondisi yang sebenarnya. Bahkan konon ilmu pengetahuan yang disertai peralatan canggih dimaksud, dapat mengubah hak cipta Tuhan yang asli menjadi palsu. Misalnya: dapat mengoperasi atau mengubah lelaki (banci) menjadi wanita dan demikian pula sebaliknya.
Perilaku yang demikian, dapat diungkapkan bahwa status hukum operasi pergantian dan penyempurnaan kelamin yang pada prinsipnya ajaran agama Islam mengharamkan operasi ganti kelamin bagi orang yang lahir dalam keadaan normal jenis kelaminnya sebagai pria dan/atau wanita. Dalilnya antara lain hadits Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud yang Artinya: ”Allah mengutuk para wanita tukang tato yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanita yang memotong panggur giginya, yang semua itu dikerjakan dengan maksud kecantikan sehingga mengubah ciptaan Allah Swt”. Hadits tersebut, menunjukkan bahwa seorang pria atau wanita yang normal kelaminnya dilarang oleh ajaran agama Islam untuk mengubah jenis kelaminnya. Hal itu berarti mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang rasional dan/atau sah yang dapat dibenarkan oleh hukum Islam. Karena itu, jenis kelamin normal yang diberikan oleh Allah kepada seseorang, patut disukuri dengan jalan menerima kodratnya tanpa mengubah jenis kelaminnya. Lain halnya orang yang lahir tidak normal jenis kelaminnya yang dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu:
(1) Pertama, apabila seseorang mempunya organ kelamin dua/ganda; penis dan vagina, maka untuk memperjelas jenis kelaminnya, ia boleh melakukan operasi, yaitu mematikan organ kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lainnya yang sesuai dengan organ kelamin bagian dalam. Misalnya seseorang mempunyai dua alat kelamin yang berlawanan yakni penis dan vagina, dan di samping itu, ia mempunyai rahim dan ofarium yang merupakan ciri has dan utama untuk jenis kelamin wanita, maka ia boleh disarankan operasi untuk mengangkat penisnya demi mem-pertegas identitas jenis kelamin kewanitaannya. Dan sebaliknya, ia tidak boleh mengangkat vaginanya dan membiarkan penis-nya, karena berlawanan dengan organ kelaminnya yang bagian dalam yang lebih vital, yakni rahim dan ofarium;
(2) Kedua, Apabila seseorang mempunyai organ kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia mempunyai vagina yang tidak berlubang dan ia mempunyai rahin dan ofarium, maka ia boleh, bahkan dianjurkan oleh Agama Islam untuk operasi untuk memberi lobang pada vaginanya. Demikian pula kalau seseorang mempunyai penis dan testis, tetapi lubang penisnya tidak berada diujung penisnya, maka iapun boleh operasi untuk dibuatkan lubang yang normal.
Dalil-dalil syar’i yang membenarkan operasi yang bersifat memperbaiki dan menyempurnakan organ kelamin, antara lain sebagai berikut: Lijal bil maslahah wadaf il mafsadah, yaitu yang prinsip dasarnya mengutamakan kemaslahatan nya dan mencegah/menghilangkan kemudharatannya. Kare-na itu bila kemajuan teknologi medis dapat memberikan kondisi kesehatan fisik dan psikis/mental si banci alami itu melalui operasi kelamin, maka Ajaran agama Islam membolehkan bahkan menganjurkan karena hal itu akan membawa mas-lahah (manfaat) lebih besar dari pada mafsadahnya (keburuk-annya).
Dari segi lain kalau kita katakan bahwa orang yang banci alami itu sebagai orang yang menderita sesuatu penyakit, maka ajaran agama Islam mewajibkan kepadanya untuk berikhtiar diobati. Nabi Muhammad Saw bersabda:
تداو وافان الله عـز وجـل لـم يـضع داء إ لا وضـع له د واء غـيـرداء واحـد الـهـرم (رواه ابـو د ا ود)
Artinya:
Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, karena sesung-guh nya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya; kecuali satu penyakit, ialah penyakit pikun (H.R. Abu daud).
Namun demikian muncul pertanyaan: Bagaiman status jenis kelamin setelah kelaminnya dioperasi yang sifat dan tujuan operasi tersebut demi memperbaiki dan menyempurnakan jenis kelaminnya saja, bukan sifat dan tujuannya mengubah ciptaan Allah? Setelah yang bersangkutan berhasil dioperasi perbaikan atau organ kelaminnya, maka seyogyanya ia segera mengajukan permohonan kepada lembaga pengadilan untuk mendapat kan legitimasi atau status jenis kelaminnya yang baru untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi dalam perkawinan atau kewa-risan. Sebagai konsekwensi dari adanya izin seorang wanita/ banci alami menjalani operasi perbaikan jenis kelaminnya, maka ia boleh melakukan perkawinan dengan pasangan yang berbeda jenis kelaminnya, dan ia berhak mendapat bagian warisan sesuai jenis kelaminnya setelah di operasi.
Selain itu, masih muncul pertanyaan: siapa yang akan berhak bertindak menjadi wali bila wanita yang tadinya lelaki (waria) menikah?, maka yang berhak akan menjadi wali ialah wali nasab yaitu ayah, kakek, saudara laki-laki sekandung dan seterusnya sesuai dengan urutan yang sudah ditetapkan oleh Allah di dalam Alqur’an. Kalau wali nasab tidak ada, maka perkawinan pindah kepada wali hakim. Di samping itu, masih muncul pertanyaan : siapa yang memandikan bila yang bersangkutan meninggal dunia? Bila yang meninggal sudah jelas status kelaminnya sebagai wanita sesudah menjalani operasi perbaikan kelamin, maka yang berhak memandikannya adalah sesamanya sebagai wanita.
9. Natal bersama bolehkah?
Perlu diketahui bersama oleh ummat Islam bahwa tidak dilarang oleh ajaran agama Islam untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan dalam bentuk persoalan keduniaan. Hal itu berdasarkan ayat-ayat di bawah ini:
1) Dalil Hukum yang bersumber dari Alqur’an:
(1( Ayat 113 surat Al-hujurat:
َيا يُّـهَـاالـنَّـاسُ اِنَّا خَـَلــقْـنـَكُـْم مِنْ ذَكَـٍر وَاُنْـثَى وَجَـعَـلْـَنكُـمْ شُـعُوبًا وَقَـبَائِـلَ لِـتَعَـا رَفُوْا اِ نَّ اَكْـرَمَكُـْم عِـْنـدَاللهِ اَتْـقَـكُـمْ اِنَّ الَلهَ عَـِلـيْـمٌ خَا بِــيْـرٌ
Artinya:
”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha menge-tahui lagi maha mengenal.”
(2) Surat Almumtahanah yang artinya:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku baik terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.
Ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan ayat-ayat tersebut dibawah ini:
(3) Alqur’an surah Alkaafirun: 1-6 sebagai berikut.
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ(1) لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ(2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(3) وَلاَ أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ(4) وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ(6)
Artinya:
Katakanlan: Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah men jadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah Agamamu, dan untuk-kulah Agamaku.
(4) Albaqarah: 42, Al-Maidah: 72 dan 73
وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون َ(42)
Artinya:
Dan janganlah kamu campur adukkan yang baik dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang baik itu sedang kamu mengetahui.”
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اعْـبُدُواا للَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Artinya:
Barang siapa yang berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak, dan Nabi Isa Almasih itu adalah anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إ ِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلـَهٌ وَاحِدٌ وَإ ِنْ لَمْ يَنـْتَهُواعَـمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذ ِينَ كَـفَرُوا مِنـْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya:
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: bahwasanya Allah dari salah satu yang tiga, Padahal sekali-kali tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan yang maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.
Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan bertanya kepada Nabi Isa Al-Masih: “apakah ia pada waktu hidup di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakuinya (Isa) dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab, tidak seperti terdapat pada surat Al-Maidah ayat 116-118 sebagai berikut ini:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117) إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيم ُ (118)
Artinya:
Dan ingatlah ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia. Jadikanlah aku dan Ibuku dua orang Tuhan selain Allah?. Isa menjawab, maha suci engkau, tidaklah patut bagiku apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka ten-tunya engkau pernah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau mengetahui perkara yang baik-baik. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (mengata-kannya) “Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu“ dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah engkau wafatkan (angkat) aku engkaulah yang mengawasi mereka. Dan engkau adalah maha menyaksikan segala sesuatu.
Agama Islam mempunyai ajaran yang mengungkapkan bahwa Allah Swt itu hanya satu, berdasarkan surat Al Ikhlas yang artinya: ”Katakanlah: Dialah Allah yang maha Esa, Allah adalah yang tergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan dia”.
Bila dikaji ajaran agama Islam, dapat ditemukan di dalamnya ajaran mengenai menjauhkan diri dari hal-hal yang subhat dan larangan Allah Swt, serta mengutamakan mencegah mafsadah dari pada menarik maslahat, berdasarkan hadits dari Numam Ibn Basyir yang artinya: “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang subhat (yang meragukan). Kebanyakan orang tidak mengetahui yang subhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang subhat itu, maka bersihlah Agama dan kehormatannya, tetapi barang siapa jatuh pada subhat berarti ia telah jatuh kepada yang haram”.
2) Kaidah Ushul Fikhi.
Kaidah ushul fikhi yang artinya: Mencegah kerusakan itu didahulukan dari pada menarik kemaslahatan. Jika tidak demikian, sangat mungkin mafasidnya (dampak negetif-nya) yang diperoleh sedangkan maslahatnya (manfaatnya) tidak dihasilkan.
Setelah mencermati apa yang diuraikan diatas, maka dapat diketahui dan dipahami sebagai berikut.
1) Bahwa perayaan Natal bagi orang-orang kristen adalah ibadah.
2) Bahwa ummat Islam harus berusaha untuk memelihara iman dan taqwanya kepada Allah Swt.
3) Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Swt, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.
4) Mengikuti upacara natal bersama bagi Ummat Islam hukumnya “HARAM”.
C. Penutup
Demikian uraian 9 (sembilan) masalah dalam kode etika Islam bagi kehidupan sosial bagi ummat Islam yang mendiami negara Republik Indonesia